Quantcast
Channel: Blogger Mangga
Viewing all 445 articles
Browse latest View live

Guru Seni Budaya Ini Bikin Murid Betah Di Kelas

$
0
0
Maya Indrawati Guru SMPN 2 Bongas (Dok. Imas Kurniawati)

Guru memang menjadi faktor utama keberhasilan belajar mengajar di kelas. Jika gurunya bisa mengkondisikan peserta didik di kelas maka suasana pembelajaran yang menyenangkan dan materi yang disampaikan bisa diserap dengan baik oleh peserta didik. 

Tetapi jika gurunya tidak bisa mengkondisikan peserta didik dengan baik maka suasana belajar mengajar bisa dipastikan tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan seperti yang tertulis dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).

Salah satu penyebab siswa bersemangat dalam belajar adalah faktor gurunya. Jika gurunya mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai materi dan berpenampilan menarik berwajah tampan atau cantik pasti peserta didiknya pun akan bersemangat dalam belajar. 
Maya Indrawati sedang didampingi oleh guru pendamping (Dok. Didno)

Mereka akan terlihat antusias saat pelajaran berlangsung dengan guru yang mengajarnya berpenampilan menarik, suka tersenyum, dan ramah kepada peserta didik. Sehingga mereka akan senang berlama-lama belajar sama guru tersebut. 

Ini yang dialami oleh peserta didik salah satu sekolah di Indramayu tepatnya di SMP Negeri 2 Bongas Kabupaten saat guru yang mengajarnya adalah Ibu Maya Indrawati, S.Pd. Guru berparas cantik ini mengajar pelajaran Seni dan Budaya. 
Maya Indrawati saat di kelas (Dok. Didno)

Guru ini dianggap menjadi salah satu guru favorit peserta didik SMP Negeri 2 Bongas, bahkan banyak yang bilang wajahnya mirip dengan artis Angle Lelga. Bukan hanya cantik tetapi dia juga memiliki suara yang lantang, serta pembelajaran yang dilakukan di kelas menarik sehingga peserta didik tidak akan mengantuk saat belajar dengan guru yang satu ini. 

Bu Maya Indrawati juga memiliki suara yang merdu saat menyanyi lagu-lagu favorit kesukaannya maka tidak heran pihak sekolah mendaulat dia layak sebagai guru seni budaya sedari pertama kali mengajar di SMP Negeri 2 Bongas. 
Instgram Maya Indrawati

Selain mengajar, pemilik akun Instagram @Maia_xelio ini memang menyukai dunia fashion. Tidak heran jika penampilannya saat di kelas atau di luar kelas terlihat modis walaupun tinggal jauh dari pusat kota Indramayu. 

Bu Maya Indrawati sebenarnya bukan guru seni dan budaya asli karena sebenarnya basicnya adalah seorang guru IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) tapi karena masih berstatus guru honorer sejak tahun 2005 maka diminta mengajar pelajaran apa pun harus siap termasuk mengajar pelajaran Seni dan Budaya. 

Semoga peserta didik tidak hanya tertarik dengan guru yang berpenampilan cantik dan tampan saja tetapi gurunya siapa pun bisa mengikuti pelajaran dengan baik sehingga bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan mereka.

Serunya Berwisata Ke Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu

$
0
0
Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu (Dok. Didno)

Dalam rangka peringatan Hari Jadi Indramayu ke-490, Bupati Indramayu Hj. Anna Sophanah meresmikan obyek wisata edukasi terbaru yakni Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu pada hari Senin 9 Oktober 2017 lalu.

Obyek wisata ini berada di dekat Kolam Renang Bojong Sari atau lebih dikenal dengan Obyek Wisata Dayung Bojong Sari ini tentu sangat diminati terutama oleh anak-anak sekolah dan juga orang dewasa. 



Untuk masuk ke obyek wisata Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu hanya sebesar Rp.35 ribu. Tiket masuk ini sama rata untuk dewasa dan anak-anak kecuali balita di bawah dua tahun gratis, dan tiket ini untuk semua wahana termasuk ke bioskop 4 Dimensi.

Tiket masuk ke Gedung Pintar Mutiara Bangsa (Dok. Didno)

Setelah membeli tiket, pengunjung akan dicek tiketnya oleh petugas, sebelum masuk ke Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu. Setelah masuk ke ruangan, pengunjung akan disuguhi berbagai peralatan yang berhubungan dengan pelajaran fisika seperti magnet, proses terjadinya halilintar, bola listrik, dan lampu paralel.
Berbagai peralatan di Rumah Pintar Mutiara Bangsa (Dok. Didno)

Anak-anak sangat menyukai saat bermain pasir magnet yang ada di Rumah Pintar Mutiara Bangsa karena pasirnya bisa mengumpul pada magnet dan warna pasirnya akan berubah. Selain itu ada juga alat penyemprot dimana air bisa dari bawah bisa naik ke atas karena ada tekanan udara. 
Bermain pasir dengan magnet (Dok. Didno)

Ada juga putaran air, dimana pengunjung memutar alat dengan bejana berisi air sehingga air tersebut semakin lama semakin mengerucut ke bawah layaknya angin topan. Pengunjung tentu sangat suka dengan peralatan ini terutama anak-anak. 
Simulasi Rumah Gempa (Dok. Didno)

Di tempat ini pengunjung juga bisa melihat simulasi tsunami, dimana jika terjadi tumbukan dalam tanah kemudian air laut akan surut tidak berapa lama ombak tersebut akan kembali lagi ke pantai dengan kekuatan yang lebih besar.
Wahana Jungkir Balik (Dok. Didno)
Selain itu ada juga wahana jungkir balik, dimana pengunjung akan naik ke tempat duduk yang diakan diputar oleh dua orang petugas wahana tersebut. Sebelumnya mereka harus menggunakan helm dan sabuk pengaman terlebih dahulu untuk keamanannya. Mereka yang bernyali besar tentu tidak akan mengalami masalah.
Bermain sepeda dengan roda kotak (Dok. Didno)
Ada juga peralatan yang bisa digunakan untuk mengetahui bentuk suara yang diucapkan oleh pengunjung melalui mikrofon. Ada lampu indikator yang dipantulkan ke kertas berwarna hitam sehingga suara kita akan kelihatan melalui lampu indikator tersebut. 
Simulasi Tenaga Matahari (Dok. Didno)

Selain beberapa peralatan yang menunjukkan dalam bidang fisika ada juga bidang biologi, dimana terdapat anatomi tubuh manusia, sistem pernafasan manusia yang disajikan dalam bentuk balon dan pegas yang bisa mengembang dan mengempis. 
Simulasi Pernafasan (Dok. Didno)
Masuk ke bagian dalam dari ruangan ini terdapat rumah simulasi gempa, dimana pengunjung bisa merasakan getaran saat terjadi gempa bumi. Sayangnya wahana ini harus diistirahatkan setiap 10 menit sekali untuk menghindari kompresornya panas. 
Foto di dalam telor Dinosaurus (Dok. Didno)
Ada juga berbagai wahana optik, yang memperlihatkan bagaimana terjadi bayangan pada cermin, cermin cekung, cermin cembung, serta pantulan cahaya yang mengakibatkan terjadinya pelangi, pantulan cahaya yang dipantulkan ke bagian transparan berbentuk segitiga, persegi, cembung dan cekung yang ternyata hasilnya berbeda-beda. 
Foto terbalik (Dok. Didno)

Di luar tempat ini ada berbagai wahana menarik untuk belajar matematika seperti bilang binar untuk menebak tanggal lahir seseorang, menyusun puzzle, dan yang menarik adalah pengunjung bisa mencoba sepeda dengan roda depan berbentuk kotak. 
Gambar 3 Dimensi di Rumah Pintar Mutiara Bangsa (Dok. Didno)
Tidak jauh dari itu ada peralatan yang menunjukkan sistem tenaga matahari dan pengaruh tekanan angin yang menyebabkan beca-becaan yang memiliki layar bisa berjalan dengan sendirinya karena ada tekanan angin. 
Gambar Karangsong dan Pulau Biawak (Dok. Didno)
Di sisi lain dari Rumah Pintar Mutiara Bangsa terdapat lukisan-lukisan tiga dimensi, dimana pengunjung bisa mengabadikan gambar seolah-olah sedang di puncak gunung, di laut, di cermin, di dalam rumah dan di dalam kamar terbalik. Tempat ini tentu sangat cocok bagi Anda yang hobi fotografi. 
Melihat Dinosaurus (Dok. Didno)

Di lorong dekat dengan lukisan tiga ada lukisan yang sangat mirip dengan obyek wisata Karangsong, dan Pulau Biawak. Pengunjung bisa berpose di tempat ini seolah-olah sedang mengunjungi obyek wisata andalan dari Indramayu ini. 

Pusaka di Rumah Pintar Mutiara Bangsa (Dok. Didno)
Kembali lagi ke dalam ruangan, pengunjung akan menemukan dinosaurus kecil, dinosaurus besar dan telor dinosaurus. Pengunjung bisa masuk ke dalam telor dinosaurus untuk berfoto bersama dengan latar belakang dinosaurus. 
Menonton bioskop 4 dimensi di Rumah Pintar Mutiara Bangsa (Dok. Didno)
Di tempat ini selain melihat berbagai pengetahuan alam dan matematika, di pamerkan benda-benda bersejarah seperti keris, tombak dan senjata lainnya. Selain itu ada juga peralatan lain seperti katrol untuk menarik benda berat dan lainnya. 
Bioskop 4 Dimensi Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu (Dok. Didno)
Tempat paling menarik di tempat ini adalah bioskop 4 Dimensi. Selain tidak dikenakan biaya lagi, bioskop ini menyajikan film 4 dimensi yang baru ada di wilayah III Cirebon. Setiap sesi bioskop ini hanya tersedia 62 tempat duduk. 
Penonton bioskop 4 Dimensi Rumah Pintar Mutiara Bangsa (Dok. Didno)

Kursi bagian depan tidak bergerak sedangkan kursi dibagian belakangnya bisa bergerak sesuai dengan apa yang terjadi di film. Film di bioskop ini mengajak pengunjungnya merasakan serodotan yang seolah-olah nyata. 
Pintu keluar Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu (Dok. Didno)

Banyak pengunjung yang menjerit-jerit karena di film ini ada beberapa adegan ular yang seolah-olah akan menerkam pengunjung, ada juga putri duyung yang melempar kerang ke penonton dan adegan lainnya yang membuat penonton menjerit seru. Film 4 Dimensi ini berlangsung hanya sekitar 15 menit. 
Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu (Dok. Didno)
Setelah itu pengunjung bisa melihat peralatan atau wahana lain, jika pengunjung sudah puas bisa meninggalkan tempat ini. Tetapi penunjung bisa melihat gambar pendopo, tugu mangga, gambar pendiri Indramayu dan bupati hingga sekarang. 

Jadi Ayo ke Indramayu karena sekarang ada Rumah Pintar Mutiara Bangsa sebagai obyek wisata edukasi dan hiburan. Penasaran seperti apa keseruan di Rumah Pintar Mutiara Bangsa Indramayu silakan lihat videonya. 

Asul-usul Desa Krangkeng

$
0
0
Balai Desa Krangkeng (Gambar Cirebontrust)

Krangkeng adalah nama Desa dan Kecamatan yang ada di sebelah timur Kabupaten Indramayu. Penamaan desa Krangkeng tentu bukan tanpa dasar dan sebabnya. Krangkeng sendiri artinya adalah Kandang Macan. Karena menurut cerita orang dulu di daerah ini terdapat banyak macan atau harimau. Mau tau cerita asal-usul desa Krangkeng?, berikut ceritanya : 

Pada zaman dahulu di tempat ini tinggallah seorang puteri dari Mataram yang bernama Nyi Gede Empu Meganggong. Dia nyabda guru atau menuntut ilmu kepada Syarif Hidayatulloh di Cirebon. Dia belajar berbagai ilmu bersama temannya seorang puteri Solo bernama Ratu Pringgabaya yakni puteri dari Sultan Aju. 

Karena ketekunannya maka kedua puteri tersebut bisa menyelesaikan berbagai ilmu yang diberikan oleh Syarif Hidayatulloh. Akhirnya Syarif Hidayatulloh menempatkan kedua wanita tersebut di suatu tempat yang digunakan untuk mempraktikan ilmunya tersebut. 

Nyi Gede Empu Meganggong ditempatkan di hutan Andagasari (Sekarang Krangkeng). Hutang Andagasari merupakan tempat bersemayamnya makhluk halus bernama Nyi Gede Andagasari. Sedangkan Ratu Pringgabaya ditempatkan di sebelah timurnya yakni bernama Kapringan. 

Selama tiga bulan Nyi Gede Empu Meganggong melakukan pengembaraan di hutan Andagasari dia dapat menaklukkan binatang buas termasuk macan atau harimau dan mengandanginya di dalam Krangkeng hingga akhirnya daerah tersebut diberi nama Krangkeng. 

Setelah menjalankan tugasnya di hutan Andagasari akhirnya Nyi Gede Empu Megnggong pulang ke Mataram untuk dinikahkan oleh orang tuanya. Dari perkawinan tersebut dia mempunyai anak kembar laki-laki dan perempuan. 

Masing-masing diberi nama Ki Gede Lokawi dan yang kedua bernama Nyi Gede Lakung. Ki Gede Lokawi sebagai putera laki-laki yang pertama memiliki kesaktian seperti mengerti bahasa ikan dan akhirnya ditugaskan menjaga telaga Karangampel. Sedangkan Nyi Gede Lakung ditugaskan sebagai Nyi Gede Krangkeng dan dikenal dengan julukan Nyi Ayu Gendarsari. 

Hari berganti bulan dan bulan berganti tahun, hingga akhirnya kedua anak tersebut beranjak dewasa dan Nyi Ayu Gendarsari dinikahkan dengan Pangeran Danu Wardaya alias Ki Gede Lumut (putera dari Solo). 

Dari perkawinan tersebut mereka memiliki anak kembar bernama Nyi Gede Anjasmara dan Anjasmari. Hingga keduanya besar dan Nyi Gede Anjasmari dinikahkan dengan Sutan Aji (Putera Syarif Hidayatulloh) dan dari perkawinan tersebut memiliki anak bernama Haji Mukoyim. Dan ia memiliki empat anak yang bernama Benda Karep, Buntet, Krangkeng dan Wot Gali. 

Berikut Riwayat Nyi Gede Krangkeng

Nyi Gede Krangkeng mempunyai senjata dua macam, yakni tombak yang bernama Tobok Siwelang dan keris. Dia juga mempunyai murid dari Mataram bernama Pangeran Kembar (Serakit) yang bermaksud akan membuat abdi-abdi pemerintah. 

Pangeran Serakit ini memiliki kesaktian yang sangat tinggi, hingga pada suatu waktu ada beberapa putera dari Indramayu yang bermaksud jahat berjumlah 25 orang. Putera-putera dari Indramayu ini berkuasa di Krangkeng hingga akhirnya terjadi peperangan dengan Pangeran Serakit. 

Tetapi karena jumlahnya tidak seimbang maka Pangeran Serakit mengalami kekalahan. Dia akan dibunuh oleh putera dari Indramayu tersebut tetapi dilarang oleh Ki Gede Blekok (Ki Gede Kutet). Di antara 25 orang tersebut ada yang meninggal di Krangkeng dan dikuburkan di tempat itu yang bernama Ki Gede Jago. 

Tetapi sebenarnya pembunuh anak nakal tersebut adalah Ki Gede Lumut. Ki Gede Lumut sendiri adalah majikan dari Ki Gede Blekok. Hingga akhirnya Ki Gede Lumut diberi penghargaan dengan julukan Pangeran Jagaspati. 

Pada suatu hari ada pedati patroli yang akan menuju ke Cirebon, tetapi tidak sengaja pedati tersebut terperosok di lubang di Kampung Kapetakan. Tetapi pedati tersebut tidak bisa diangkat oleh siapa pun termasuk oleh masyarakat sekitar. Hingga akhirnya diadakan sayembara, bagi siapa saja yang dapat mengangkat pedati tersebut maka akan diberi hadiah pedati lagi. 

Ki Gede Blekok mendengar berita tersebut maka ia pun segera mendatangi tempat tersebut. Dengan bantuan Ki Gede Blekok tersebut, pedati yang tidak bisa diangkat tersebut akhirnya bisa diangkat dan sebagai hadiah selain pedati dia juga mendapat gelar Ki Gede Luber. 

Saat Ki Gede Blekok melakukan perjalan hingga sampailah dia di Karangampel. Disitu semua orang tidak percaya akan kesaktian Ki Gede Blekok, katanya kalau ia benar-benar memiliki kesaktian maka buatlah Kuta Kosod dan sebagai hadiahnya dia akan mendapatkan istri. 

Nyi Ratu Benda yang dicalonkan sebagai isterinya lari ke gunung karena takut dijadikan isterinya. Maka dipasanglah selendang Nyi Ratu Benda akhirnya menyerupai Ki Gede Blekok untuk tidak kawin sampai akhir hayatnya. 

Pedati Ki Gede Blekok hingga kini masih ada dan dipakai oleh orang-orang yang masih percaya pada tradisi lama, yakni apabila kita akan melaksanakan sesuatu supaya berhasil dengan baik maka usap-usaplah pedati tersebut. Sedangkan tanah tempat pedati tersebut dicabut sekarang penuh dengan pohon-pohon.

Cerita ini dikutip dari buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki 

Asal-usul Ki Buyut Anjing Jangkung

$
0
0
Ilustrasi Anjing Jangkung (Gambar Youtube)  

Bagi masyarakat wilayah Kiajaran Indramayu dan sekitarnya nama Ki Buyut Anjing Jangkung mungkin tidak aneh lagi karena hampir setiap tahun diadakan acara ngunjung di tempat ini. Tetapi apa dan bagaimana cerita dari Ki Buyut Anjing Jangkung mungkin sebagian masyarakat Indramayu belum mengetahuinya. Berikut cerita asal-usul Ki Buyut Anjing Jangkung. 

Nama Anjing Jangkung secara bahasa berasal dari kata Anjing dan Jangkung, Anjing sendiri adalah nama binatang sedangkan jangkung dalam bahasa Sunda artinya tinggi. Menurut cerita anjing ini adalah milik dari raja Sumedang.

Pada zaman dahulu raja Dermayu sedang berusaha memperluas kekuasaannya. Ketika itu ditemukan suatu cara yakni dengan jalan menikahkan puteri raja Dermayu dengan raja Sumedang. Karena waktu itu raja Sumedang belum menikah. 

Tetapi menikah dengan seorang raja tentu hal yang sulit bagi raja Dermayu karena beliau belum memiliki seorang puteri. Tetapi walaupun demikian raja Dermayu tidak kekurangan akal. Dia dapat mengubah jati diri dari adik raja yang berjenis kelamin laki-laki menjadi seorang puteri. Setelah itu mereka bersama-sama dengan bawahannya berpura-pura menjadi penari topeng. 

Mereka berangkat ke Sumedang, dengan rasa bimbang dan ragu sampailah mereka di daerah Sumedang. Di sebuah kampung dimulailah pertunjukkan tari topeng. Dan yang menjadi penarinya adalah adik raja Dermayu. Pada waktu itu raja Sumedang belum tahu bahwa hal tersebut merupakan taktik dari Raja Dermayu. Sehingga lama kelamaan berita tersebut sampai di telinga raja Sumedang. 

Sang raja tertarik dengan kecantikan dari penari topeng tersebut dan menyuruh patihnya untuk memanggil penari topeng tadi ke istana Sumedang.Ketika sampai di istana paras penari topeng tadi sangat cantik rupawan dan akhirnya timbul rasa cinta raja Sumedang kepada penari topeng tersebut. 

Kemudian raja mengirim utusan untuk menanyakan keinginannya untuk meminang kepada puteri dari Raja Dermayu tadi. Dengan rasa gembira apa yang ditanyakan utusan itu dijawabnya. Setelah itu apa yang dikatakan oleh puteri tadi disampaikan kepada baginda raja dan baginda raja pun sangat senang. Maka disuruhlah patih tersebut untuk melamar sang puteri tersebut. 

Kedatangan patih dari Sumedang diterima dengan baik oleh baginda Raja Dermayu, dan lamaran raja Sumedang diterimanya. Lamaran ini disertai dengan perjanjian bahwa raja Sumedang untuk menyerahkan sebagian daerahnya kepada raja Dermayu. Permintaan tersebut langsung dilaksanakan oleh Raja Sumedang karena cintanya kepada Puteri Dermayu tersebut. Keesokan harinya langsung dirayakan pernikahan antara raja Sumedang dengan puteri Dermayu. 

Pada zaman dahulu suami isteri biasanya belum berhubungan badan dulu selama beberapa hari. Mereka terlihat sangat baik dan rukun. Tetapi apa yang terjadi kemudian selang beberapa hari setelah perkawinan berlangsung yang membuat baginda Raja sering melamun. 

Pasalnya isterinya sudah berubah sifat, dan setelah diselidiki ternyata dia bukan seorang puteri yang sebenarnya melainkan seorang laki-laki. Maka terjadilah perselisihan dan pengejaran terhadap puteri Dermayu tadi. Akhirnya puteri tadi tertangkap dan berubah wujud menjadi seorang pemuda. 

Raja Sumedang sangat marah melihat kejadian tersebut, maka disuruhlah patih Raja Sumedang untuk meminta daerahnya tadi. Tetapi hal tersebut ditolak oleh Raja Dermayu. Akhirnya terjadi peperangan antara kedua raja tersebut. Karena marahnya raja Sumedang menyuruh patihnya mengeluarkan binatang yang dianggap keramat dan memiliki kemampuan melawan manusia. 

Binatang tersebut tidak lain adalah Anjing Jangkung karena badannya tinggi dan sakti. Anjing tersebut ikut berperang melawan Raja Dermayu. Anjing tersebut sangat ditakuti oleh pihak Dermayu, tetapi berkat kesaktian Ki Gede Penganjang dengan senjatanya yang bernama Sapu Jagat, Anjing tersebut terlempat jauh dan jatuh di langgenan (tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang ada di sekitarnya). 

Tempat dimana jatuhnya binatang tadi disebut Langgen, dan kemudian tempat digunakan untuk kuburan dengan nama Ki Buyut Anjing Jangkung. Hingga sekarang tempat ini sering digunakan untuk acara Ngunjung dan banyak diziarahi oleh pengunjung pada waktu-waktu tertentu. 

Cerita ini dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karangan H. A Dasuki.

Di Desa Ini Tidak Boleh Menanam Labu Putih dan Ketan Hitam (Asal-usul Desa Penganjang)

$
0
0
Desa Penganjang (Gambar Satudata.Indramayukab.go.id)

Bagi masyarakat Indramayu tentu pernah mendengar atau mungkin pernah mengunjungi Desa Penganjang yang terletak di Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Nama Penganjang bukan begitu saja ada tetapi karena ada asal-usulnya. Berikut asal-usul desa Penganjang. 

Pada zaman dahulu kala ada seorang pemuda yang mempunyai keinginan untuk menjadi seorang pengembara. Pemuda tersebut bernama Jaka Tarub. Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang mempunyai perawakan tegap, ganteng dan cerdas.

Dan pengembaraan pun dilakukan oleh Jaka Tarub dari waktu ke waktu dilakukan dengan penuh ketengangan dan ketabahan. Meskipun rintangan akan selalu ada dan harus dilalui. Jaka Tarub sendiri berasal dari Solo, dia sampai di Indramayu sebelum Pangeran Syarif Hidayatulloh menyebarkan agama Islam di Cirebon. 

Manusia yang dilahirkan di dunia sudah dengan suratan takdirnya masing-masing termasuk Jaka Tarub. Karena takdir Yang Maha Kuasalah maka pada suatu hari ia sampai ke suatu tempat yang membawa riwayat serta kenangan yang tak terlupakan selama hidupnya dan juga bagi orang-orang Indramayu. 

Jaka Tarub nama aslinya adalah Ki Gede Kirom, sedangkan nama julukannya adalah Ki Gede Penganjang. KI Gede Kirom mempunyai beberapa nama panggilan diantaranya adalah Ki Jaka Tarub, Ki Gede Penganjang dan Ki Gede Laha karena dia sebagai tukang membuat laha (alat penangkap ikan). 

Disebut Ki Jaka Tarub karena dapat melindungi masyarakat pada waktu itu, sedangkan nama Ki Gede Penganjang karena mulai saat itulah ditinggalkannya anjang-anjang. 

Di tempat pengembaraannya itu Jaka Tarub menemui beberapa bidadari yang sedang bersuka ria sambil mandi-mandi di sebuah telaga yang bening airnya. Tempat tersebut bernama Sumur Krapyak. Melihat kejadian itu Jaka Tarub berhasrat menyaksikan lebih dekat bidadari sedang mandi agar lebih jelas. 

Dia mulai mengintai dari balik pohon-pohonan yang ada di sekitar sumut tersebut. Setelah bidadari itu puas bermain-main, maka pulanglah mereka ke Kahyangan. Tetapi salah satu dari bidadari tersebut tidak dapat terbang karena baju antakusumanya hilang. 

Jaka Tarub senang melihat bidadari itu tidak dapat pergi, dia sengaja menyembunyikan baju itu dengan tujuan supaya bidadari itu mau menjadi isterinya. Kemudian ditegurnya bidadari itu dan dibujuk supaya mau dikawin. 

Mulai saat itulah kedua orang itu menjadi sepasang suami isteri yang bahagia. Lama kelamaan keluarga itu mendapatkan seorang anak dan diberi nama Atasangin. Di Banten Jaka Tarub berputera seorang lagi yang diberi nama Ki Gede Bagong. 

Pada suatu hari isterinya ingin pergi memandikan anaknya ke sungai. Waktu itu periuk tempat menanak nasinya masih terjerang di atas api. Sebelum pergi bidadari Nawangwulan (Isteri Jaka Tarub) berpesan kepada suaminya bahwa tutup periuk itu sekali-kali janganlah dibuka. 

Tetapi sebaliknya sang suami penasaran saat mendengar pesan tersebut sehingga timbullah hasrat untuk membuka tutup periuk tersebut. Dan dengan segera dibukalah tutup periuk tersebut, maka tampaklah di dalamnya ada padi yang masih bersatu dengan tangkainya. 

Setelah isterinya sampai di rumah, dia mengetahui bahwa suaminya telah membuka tutup periuk tersebut, maka berkatalah ia kepada suaminya dengan penuh kesal “mas, mulai sekarang buatlah lesung dengan alunya untuk menumbuk padi, karena padi itu tidak dapat ditanak dengan kulit dan tangkainya sebab kau telah membuka tutupnya tadi”, demikian si isteri setiap hari mengambil padi ke lumbung untuk ditumbuk, sehingga isi lumbung pun makin lama makin sedikit hingga hampir habis. 

Pada suatu hari si isteri pergi mengambil padi lagi seperti biasanya, dengan tidak sengaja dia menemukan baju antakusumanya yang dahulu hilang. Mulai saat itulah Nawangwulan timbul keinginan untuk kembali ke Kayangan. 

Tetapi suaminya menjawab “bagaimana dengan anak kita yang masih kecil ini, dia masih membutuhkan air susu ibunya, apakah kamu tega meninggalkannya?”. Dia pun menjawab “Ya apa boleh buat aku harus pergi” jawab isterinya. 

“Untuk itu mas harus membuat anjang-anjang (asal kata Penganjang) yang dirambati dengan tanaman labu putih. Jadi kalau anaknya ingin menyusu letakkanlah anak tersebut ke anjang-anjang. Kemudian bakarlah merang ketan ireng (Ketan hitam) kalau saya mencium asapnya, saya akan turun ke bumi untuk menyusuinya”. 

Demikian hal tersebut dilakukan oleh Jaka Tarub hingga anak itu tidak menyusui lagi. Itulah sebabnya sampai sekarang di Desa Penganjang tidak diperbolehkan menanam labu putih dan menanam ketan hitam. 

Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu Karya H. A Dasuki.

Asal-usul Desa Kiajaran Wetan dan Kiajaran Kulon

$
0
0
Balai Desa Kiajaran Kulon (Gambar Google Maps)

Kalau Anda pernah melintas di Jalur Pantura Indramayu, tentu akan melintasi daerah Kiajaran Wetan dan Kiajaran Kulon. Kiajaran Wetan dan Kiajaran Kulon masuk ke Kecamatan Lohbener kabupaten Indramayu. Nah bagi Anda yang ingin mengetahui asal-usul desa Kiajaran Wetan dan Kiajaran Kulon, berikut ceritanya. 

Pada zaman dahulu terlihat sebuah perahu kecil yang sedang berlayar di Laut Jawa. Perahu itu berlayar menuruti arah angin, dan bebas hilir mudik di lautan yang luas itu, tanpa diketahui arah tujuannya. Tetapi perahu tersebut bukan perahu layar biasa melainkan perahu ajaib.

Karena tidak diketahui siapakah yang mengemudikan perahu tersebut. Menurut cerita orang perahu tersebut terdampar di sebuah pelabuhan kecil di sebelah utara laut Jawa, dan ternyata di dalam perahu tersebut terdapat seorang laki-laki yang sudah agak lanjut usianya. 

Menurut cerita dia adalah manusia pertama berlayar di lautan tersebut, dan menurut keterangan manusia itu menamakan dirinya Kyai Kuda Hiyang Jagat. Dari manakah asal kyai itu?. Sampai detik ini tak seorang pun yang mengetahuinya. 

Pada suatu hari sang Kyai berjalan-jalan ke arah selatan dari Pelabuhan tersebut, dan waktunya sangat cocok untuk berjalan-jalan, tiba-tiba terlihatlah olehnya dua ekor kuda jantan yang menurut keterangan adalah keturunan dari bangsanya. 

Karena kyai itu sebagai makhluk hidup, maka perlulah Kyai mencari makan yang ada di dalam dunia ini, yang sekiranya dapat dimakan. Mulailah sang kyai berpikir panjang, dari mana asal mulanya tumbuh-tumbuhan yang dapat ia makan. 
Balai Desa Kiajaran Wetan (Gambar Google Maps)

Lama kelamaan dia berpendapat bahwa lebih baik kalau tanah yang luas itu diolah dan dimanfaatkan agar bisa menghasilkan tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan lebih banyak lagi. Dengan melakukan berbagai percobaan untuk memecahkan pemasalah itu, hingga pada suatu hari ketika Pak Kyai sedang melepaskan lelah di bawah pohon rindang, tiba-tiba datanglah kedua kuda jantan itu. Dan anehnya maksud dari kuda itu sudah diketahui oleh Kyai. 

Dilihat gerak-geriknya bahwa kedua kuda itu akan menyatakan setia kepada sang Kyai. Maka dengan menggunakan tenaga kedua kuda itu Pak Kyai mulai mengolah tanah yang terletak di sekitar daerah pelabuhan. 

Karena alat-alat yang seharusnya digunakan belum ada, maka ia cukup menggunakan alat dari sebatang pohon, maka mulailah kuda jantan yang berbadan besar pergi menuju ke arah barat dan kuda yang berukuran kecil menuju ke arah timur. 

Kuda tersebut merasa kasihan melihat kyai yang sudah susah payah kelihatannya, maka berhentilah dia bekerja, kemudian keduanya meninggalkan Kyai itu karena tidak ingin melihat Kyai terlalu lelah, dan akhirnya kuda tersebut lari menuruti arah dan tujuan masing-masing. 

Kuda yang besar menuju ke arah barat dari Sang Kyai, sedangkan kuda yang kecil menuju ke arah timur. Dengan lenyapnya kuda itu maka lenyaplah cita-cita Pak Kyai untuk meyuburkan tanah tersebut. Kemudian pergilah ia sambil berjalan terhuyung-huyung menuju arah perahu yang ditambatkannya di tepi pantai. 

Sejak saat itu daerah tempat larinya kuda Sang Kyai menuju ke arah barat maka dinamakan Desa Kiajaran Kulon, sedangkan tempat kuda yang lari ke arah timur diberi nama Desa Kiajaran Wetan. 

Bagaimana nasib Pak Kyai? Menurut cerita pak Kyai menaiki perahunya dan tenggelam oleh ombak. Dengan meninggalkan kenang-kenangan yakni nama desa tersebut di atas. Perlu diketahui bahwa kata Kiajaran adalah berasal dari kata Kyai dan Jaran (Kuda) dan kata Kyai berubah menjadi Ki. 

Itulah cerita singkat tentang asal-usul Kiajaran Wetan dan Kiajaran Kulon. Tulisan ini dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki.

Asal Mula Kibuyut Urang di Pamayahan Indramayu

$
0
0
Makam Ki Buyut Urang (Gambar Akhmad Fauzi)

Jika Anda pernah berkunjung ke daerah Pamayahan di Indramayu tentu Anda akan mengetahui ada makam yang masyarakat sekitar menamakannya Kibuyut Urang. Bagaimana ceritanya sampai diberi nama Kibuyut Urang mari kita ulas ceritanya. 

Pada zaman dahulu ada seorang pangeran yang bernama Ki Gedeng Pasir, dia menuntut ilmu kepada Pangeran Cirebon selama tiga tahun. Pada suatu hari Ki Gedeng Pasir disuruh membersihkan pekarangan oleh Pangeran Cirebon.

Ki Gedeng Pasir akhirnya membersihkan pekarangan, tetapi bukan hanya rumput yang dibersihkan dia juga mencabut tanaman pisang yang ada di pekarangan tersebut sehingga Pangeran Cirebon marah. Dan kemarahannya tersebut dilampiaskan kepada Ki Gedeng Pasir dan meminta menanam pisang kembali. 

Keesokan harinya tanaman pisang tersebut tumbuh kembali, melihat hal tersebut sang Pangeran Cirebon berkesimpulan bahwa muridnya itu bukan orang sembarangan. Lama kelamaan Ki Gedeng Pasir mempercayainya dan disuruhlah dia pindah ke sebelah barat dengan membawa isteri Pangeran Cirebon yang kedua yang sangat dicintainya itu. 

“Pergilah secepatnya pada hari ini juga, pesanku seandainya dalam perjalanan nanti terjerembab maka berilah nama tempat itu Depok, dan berhati-hatilah terhadap isteri saya ini karena sedang mengandung tiga bulan, perempuan ini bakal melahirkan seorang puteri turunan ratu”. Demikian ungkap Pangeran Cirebon kepada Ki Gedeng Pasir. 

“Baiklah pangeran” jawab Ki Gedeng Pasir, beberapa hari kemudian isteri kedua pangeran Cirebon tersebut melahirkan bayi tetapi bukan perempuan melainkan seorang laki-laki. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Anak tersebut sangat suka makan dan pandai berbicara hingga akhirnya dia menanyakan sesuatu kepada ibunya. 

“Ibu mengapa saya diberi makan ini-ini saja” kata anaknya, dan ibunya langsung menjawaba “Nang (istilah untuk anak laki-laki) karena yang memberi makan bukan ayahmu, tapi Ki Gedeng Pasir. Ayahmu adalah Pangeran Cirebon”. 

Mendengar penjelasan tersebut anaknya langsung pergi tapi tidak tahu tujuannya hingga akhirnya dia sampai ke hutan. Di tengah hutan tersebut anak tersebut bertemu dengan Raja Sumedang, kemudian sang Raja menanyakan asal-usul anak tersebut. 

Dia menjawab “Duh Gusti aku adalah anak hutan tidak punya ayah dan ibu, dan tidak mempunyai nama” demikian jawab anak tersebut. Raja pun berkata “saya mau mengurus kamu asal kamu mau mengambil dugan (kelapa muda), tetapi tidak boleh menggunakan alat dan memanjat pohon”. 

Mendengar jawaban tersebut, sang anak menangis sambil mengusap-usap pohon kelapa tersebut. Tiba-tiba pohon kelapa tersebut berubah menjadi pendek lalu dia memetik dugan tersebut dan diberikan kepada sang Raja. Tetapi apa yang terjadi dia malah diusir sang Raja Sumedang tersebut. 

Sang anak pergi sambil menangis sepanjang jalan karena sedihnya hingga akhirnya sampai ke desa Beawak (Pinggir Kali Cimanuk). Melihat sungai itu anak tadi ingin bunuh diri dengan cara terjun ke sungai. Beberapa hari kemudian anak yang ingin bunuh diri tersebut sampai ke desa Pamayahan, Indramayu. 

Kebetulan waktu itu ada Lebe (pemuka agama di desa) yang ingin mengambil air wudhu untuk sholat. Tiba-tiba dia melihat anak laki-laki yang hanyut di sungai maka ia pun mengangkat anak tersebut. 

Beruntung dia masih hidup dan kemudian dia ditanya nama dan anak siapa oleh lebe. Anak tersebut menjawab tidak punya ayah dan ibu, lagi pula belum punya nama. Kemudian sang Lebe memberi nama Urang karena diperolehnya dari Sungai. 

Lama kelamaan anak tersebut tumbuh besar, dan Ki Lebe bermaksud menikahkan Urang dengan anaknya. Keduanya akhirnya menikah dan Urang sudah menjadi menantu Ki Lebe. Pada suatu hari si Urang disuruh mengambil air, tetapi perbuatan si Urang aneh sekali, dia mengangkat air bukan dengan kaleng tetapi dengan keranjang. 

Kemampuan tersebut membuatnya dikagumi banyak orang, hingga seluruh kampung membicarakan si Urang. Hingga berita tersebut sampai pada pak Naib (Penghulu). Mendengar berita itu pak Naib berpendapat bahwa Urang itu bukan orang sembarangan. Kemudian menasehati Lebe supaya tidak lagi menyuruh si Urang. 

Dari perkawinan si Urang dengan anak Lebe tersebut dia memiliki dua orang anak yang laki-laki bernama Bagus Rangin dan yang perempuan diangkat menantu oleh orang Sumber. Setelah menikah dia akan mengirim makanan ke ibunya yang ada di Pamayahan. 

Di tengah perjalanan ada yang mencegatnya dan perempuan tersebut akhirnya dibunuh. Karena tempat dia akan Tetapi sebelum meninggal di berpegangan pada akar yang kuat maka dia berpesan bahwa berilah nama tempat ini Lajer. Maka itulah yang menyebabkan asal-usul nama Desa Lajer di kecamatan Tukdana. 

Saat jenazahnya diusung dari sanggul pengatennya semua bunganya berjatuhan maka daerah tempat bunga yang berjatuhan tersebut diberi nama Wanasari (Wana artinya Hutan, dari Sari artinya Wangi dari bunga). Maka di wilayah Indramayu ada desa bernama Wanasari di kecamatan Bangodua. 

Karena suaminya juga terluka dan beberapa bagian tubuhnya patah maka dia akhirnya dia tak kuasa dan terjatuh juga dan dia berpesan bahwa suatu hari nanti desa tempat dimana ia terjatuh diberi nama Gadel. Desa Gadel terletak di Kecamatan Tukdana Indramayu. 

Hingga suatu hari, Pangeran Cirebon mendengar kabar bahwa keturunannya ada di Pamayahan bahkan sudah memiliki anak, ia mengutus anak buahnya untuk membunuh Bagus Rangin di Pamayahan. Sedangkan kepalanya harus dibawa ke Cirebon. 

Mendengar kabar tersebut, Si Urang ketakutan dan menyuruh Bagus Rangin untuk pergi ke sebelah barat Pamayahan. Kalau ada kebon Ceplik (Kebun Cabe Rawit) berhentilah dan bertapalah di tempat itu. Kemudian tempat itu dikenal dengan nama Melanggangan. 

Balai Desa Larangan Kecamatan Lohbener Indramayu (Dok. Didno)

Di tempat itulah Bagus Rangin bertemu dengan utusan dari Cirebon, utusan tersebut mengatakan bahwa dirinya diutus Pangeran Cirebon untuk membunuh Bagus Rangin. Karena sedihnya dia kemudian meneteskan air mata. Maka dia berpesan bahwa tegalan ini diberi nama Larangan. Maka sekarang ada Desa Larangan kecamatan Lohbener. 

Lalu Bagus Rangin dipotong kepalanya oleh utusan dari Cirebon tersebut, dan kepalanya dibawa untuk diberikan kepada Pangeran Cirebon. Setibanya di Cirebon kepala Bagus Rangin tersebut berubah menjadi batang pisang. 

Sebelum Bagus Rangin meninggal dia berpesan supaya dikuburkan di Pamayahan dan tempat itu diminta diberi nama Ki Buyut Urang. Hingga saat ini Ki Buyut Urang masih ramai dikunjungi oleh peziarah dan diperingati setiap tanggal 12 bulan Maulud.

Cerita ini dikutip dari buku Sejarah Indramayu Karya H. A. Dasuki. 

Asal-usul Desa Sleman dan Tambi

$
0
0
Makam Ki Buyut Tambi (Gambar Radarberitaonline.blogspot.co.id)

Jika Anda pergi ke daerah pergi ke daerah Sliyeg Indramayu, Anda akan menemukan makam yang biasanya ramai dikunjungi oleh peziarah yakni Ki Buyut Sleman dan Ki Buyut Tambi. Dan nama Ki Buyut tersebut menjadi nama Desa yakni Desa Sleman dan Tambi. Apa dan bagaimana hingga nama tersebut dijadikan nama desa, berikut ceritanya : 

Pada zaman dulu ada orang bersaudara yakni Ki Buyut Sleman dan Ki Buyut Tambi. Keduanya selalu bersama-sama dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Walaupun bersaudara ternyata sifatnya berbeda sekali. Ki Buyut Tambi orangnya rajin dan sabar, sedangkan Ki Buyut Sleman orangnya malas, tidak mau bekerja. 

Ki Buyut Tambi selalu datang ke Ki Buyut Sleman agar dia mau bekerja bersama-sama membuat rumah. Walaupun Ki Buyut Sleman malas, tetapi dia memiliki kelebihan yakni semua orang tunduk kepadanya. 

Waktu Ki Buyut Tambi datang menjemput Ki Buyut Sleman, seperti biasanya Ki Buyut Sleman sedang tidur atau sedang makan. Hanya begitu kegiatan sehari-hari Ki Buyut Sleman. 

Karena jengkel melihat kelakuan Ki Buyut Sleman, maka Ki Buyut Tambi marah dan berkata “Hai Ki Buyut Sleman, bosan saya melihat kelakuan kamu, setiap saya datang kamu pasti sedang tidur, apakah hidupmu hanya untuk tidur dan makan?” 

Kemudian Ki Buyut Sleman pun menjawab “Kamu tidak mengerti saya, pekerjaanku memang hanya makan dan tidur saja, kalau kamu tidak mau menjemputku pergilah dan saya tidak usah dijemput lagi karena saya tidak akan rugi”. 

Ki Buyut Tambi sangat marah mendengar jawaban dari Ki Buyut Sleman tersebut, begitu juga Ki Buyut Sleman pun sangat marah. Dan Ki Buyut Sleman disuruh pulang oleh Ki Buyut Tambi. Ki Buyut Sleman tidak mau menerima nasehat dari Ki Buyut Tambi. 

Ki Buyut Tambi bertambah marah hingga akhirnya dia membanting pendil (tempat masak) hingga pecah berantakan. Ki Buyut Sleman bingung dengan kejadian tersebut karena hanya dengan pendil tersebut dia bisa memasak nasi. 

Karena marahnya Ki Buyut Sleman meminta pendil itu diganti dan minta disatukan kembali pecahan-pecahan pendil tadi. “Kalau engkau tidak dapat mengerjakannya, saya akan minta sandalmu dan sandal itu akan saya lempar ke tanah Tambi, seandainya sandal itu dipotong di perbatasan Tambi maka berarti tanah Sleman bertambah sampai ke tempat jatuhnya sandal”. 

Sandal tersebut kemudian dilempar oleh Ki Buyut Sleman, dan sandal itu dipotong di perbatasan (Sekarang PT Pertani) di Desa Tambi. Tempat dimana sandal itu jatuh hingga sekarang masih ada yang dikenal dengan Sumur Tlumpah (Tlumpah = Sandal). Sumur itulah yang menjadi batas desa Sleman dan Desa Tambi hingga sekarang. 

Saat ini makam Ki Buyut Tambi dan Ki Buyut Sleman selalu ramai dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah selain dari Indramayu juga dari daerah lain. Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H. A. Dasuki

Yayak Nurlaela S, Dokter Gigi di Indramayu dan Cirebon

$
0
0
Dokter Gigi Yayak Nurlaela Susianawati Sp. pros

Gigi salah satu bagian penting dalam tubuh manusia. Fungsi utama gigi manusia adalah untuk merobek, memotong dan mengunyah makanan sebelum makanan tersebut masuk ke kerongkongan. Tidak bisa dipungkiri jika giginya sakit atau bolong tentu maka akan menggangu aktivitas seseorang. 

Gigi juga memiliki peran penting dalam penampilan dan kesehatan seseorang. Semakin terawat gigi dan gusinya semakin menarik penampilan dan juga semakin baik kesehatannya. Untuk itu lebih baik menjaga dan merawat gigi dari pada mengobati. 

Veneer Gigi

Beberapa tahun yang lalu orang yang datang ke dokter Gigi karenakan memiliki keluhan sakit pada gigi dan gusinya, tapi seiring perkembangan zaman kebutuhan akan penampilan gigi yang rapih, putih, dan bersih sudah menjadi hal yang penting. maka perawatan gigi ke dokter gigi layaknya perawatan wajah ke klinik kecantikan. 

Nah ada beberapa dokter gigi di Indramayu dan Cirebon yang membantu pasien dalam mengatasi permasalahan gigi dan gusi seperti Dokter Gigi Yayak Nurlaela Susianawati, Sp. Pros, Dokter gigi ini memiliki tempat praktek di Jalan Raya Bulak Blok Roma No.14 (Depan BRI Unit Bulak Jatibarang) Desa Bulak Kecamatan Jatibarang Indramayu. 
Kawat gigi

Selain di Indramayu, Dokter Gigi Yayak Nurlaela Susianawati Sp. Pros juga memiliki tempat praktek di Cirebon tepatnya di Apotik K24 Jl. Ciremai No.17 Perumnas, Larangan Harjamukti Kotamadya Cirebon. Dengan jam praktek hari Senin – Sabtu dari pukul 09.00 – 21.00. 

Dokter Gigi Yayak Nurlaela Susianawati melayani berbagai permasalahan seputar gigi dan gusi di antaranya adalah implan gigi, kawat gigi, veneer gigi, estetika gigi, cabut gigi, pasang gigi palsu, gigi kelinci, veneer gigi porcelen, tambal gigi, bridge gigi, dan crown gigi. 

Mungkin ada yang belum tahu apa itu veneer gigi?, Veneer gigi adalah layanan yang diberikan oleh dokter gigi untuk membuat gigi pasiennya lebih rapih, putih dan bersih. Sehingga Anda tetap percaya diri dalam melakukan aktivitas dan komunikasi dengan siapa pun. 
Peralatan Klinik Dokter Gigi di Indramayu dan Cirebon

Berikut alamat dokter praktek Dokter Gigi di Indramayu dan Cirebon

Dokter Gigi Yayak Nurlaela Susianawati, Sp.pros

Alamat 
Jalan Raya Bulak Blok Roma No.14 (Depan BRI Unit Bulak Jatibarang) Desa Bulak Kecamatan Jatibarang Indramayu. 

dan 

Apotek K24 Jl. Ciremai No.17 Larangan Harjamukti Kotamadya Cirebon 
No. telpon 081322569068 dan 081395567711 (WhatsApp)

Atau melalui media sosial facebook : 



Asal-usul Desa Juntinyuat, Juntikebon, dan Kedokanbunder

$
0
0
Balai Desa Juntinyuat (Gambar Gemakaryajunti.wordpress.com)

Jika Anda melintasi jalan Indramayu Cirebon melalui Balongan maka Anda akan menemukan desa Juntinyuat yang berada di sekitar pantai Utara Indramayu. Apa dan bagaimana sehingga nama desa tersebut dinamakan Juntinyuat, berikut ceritanya : 


Kerajaan Pajajaran di bawa kekuasaan Prabu Siliwangi memiliki tiga orang putera yang bernama Raden Kuncung Walangsungsang, Nyi Rarasantang, dan Raja Sengara. Pada awalnya ketiga orang puteranya tersebut untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah, pada saat bersamaan Raja Mesir yang bernama Raja Utara sedang ditimpa musibah karena permaisurinya meninggal dunia. 


Raja Mesir tersebut ingin mencari isteri lagi tetapi yang wajah dan perilakunya menyerupai isterinya terdahulu. Tetapi dia belum menemukannya, hingga akhirnya Nyi Rarasantang memiliki wajah yang sangat mirip dengan isterinya. 

Kemudian sang Raja berkehendak untuk meminang Nyi Rarasantang untuk dijadikan sebagai permaisurinya. Nyi Rarasantang tidak menolak lamaran dari Raja Mesir tersebut, tetapi sebelum menikah dia memiliki permintaan yakni keinginannya mempunyai 2 anak laki-laki yang keduanya menjadi pemimpin di seluruh dunia. 

Mendengar permintaan tersebut sang Raja terkejut dan dia merasa gelisah karena tidak bisa memenuhi keinginannya. Tetapi tiba-tiba ada suara tanpa rupa yang mengatakan bahwa “sanggupilah calon isterimu itu, nanti akan saya kabulkan”. 

Beberapa hari kemudian Raja Mesir tersebut menikah dengan Nyi Rarasantang. Hasil perkawinan tersebut dia melahirkan dua orang anak laki-laki yang bernama Syarif Hidayatulloh dan Syarif Ngaripin. 

Beberapa tahun kemudian mereka sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa. Syarif Hidayatulloh memiliki keinginan untuk menuntut ilmu dengan ingin bertemu langsung dengan Nabi Muhammad S.A.W. Keinginan tersebut membuat Syarif Hidayat dikagumi oleh semua penduduk Mesir. 

Tetapi juga banyak yang mencibirnya karena menganggap Syarif Hidayatulloh itu orang gila dan beberapa kali dipenjara karena dianggap tidak waras. Tetapi dia bisa meloloskan diri dari penjara dan pergi ke Tiongkok (China). 

Di negeri Tiongkok, Syarif Hidayatulloh dianggap oleh masyarakat sekitar bisa mengobati orang yang sakit atau disebut sebagai dukun. Bahkan orang yang hampir meninggalpun dia bisa disembuhkan kembali oleh Syarif Hidayatulloh. 

Berita ini tersiar kemana-mana hingga akhirnya sampai ke telinga Raja Tiongkok bernama Tikongki. Dia mendengar kemampuan Syarif Hidayatulloh yang begitu mustajab dalam menyembuhkan orang sakit sehingga akhirnya dia memanggil Syarif Hidayatulloh untuk datang ke istananya. 

Sang Raja ingin mengetahui kepandaian dan kesaktian yang dimiliki oleh Syarif Hidayat dan kebetulan anaknya yang bernama Ong Tien diminta untuk berpura-pura hamil dan meminta Syarif Hidayat untuk menebak jenis kelamin anak yang dikandungnya tersebut laki-laki atau perempuan. Padahal dia sebenarnya tidak hamil hanya menggunakan bokor untuk mengelabuhinya. 

Syarif Hidayatulloh menebak bahwa bayi yang ada di dalam kandungan puteri raja tersebut adalah perempuan. Mendengar jawaban dari Syarif Hidayat tersebut mereka tertawa terbahak-bahak dan puterinya diminta untuk membuka perutnya dan ternyata dia benar. 

Sang Raja sangat marah dia kemudian menyuruh patihnya dan pengawalnya untuk menangkap Syarif Hidayat. Syarif Hidayat melarikan diri ke laut dan terjun ke laut sehingga tidak ditemukan oleh patih dan pengawalnya. Patih kemudian pulang ke istana dan menceritakan kepada sang Raja. 

Di luar dugaan sang puteri jatuh hati kepada Syarif Hidayat dan menyusul ke Cirebon. Raja Titongki merasa kehilangan anak, maka diutuslah beberapa punggawa di bawah pimpinan Dampu Awang membawa dua gerobak perhiasan emas permata untuk bekal hidup sang puterinya menuju ke Cirebon. 

Perjalanan Syarif Hidayat menurut cerita setelah bertemu dengan Nabi Muhammad sampailah di Gunung Jati dan bertemu dengan Syeh Datul Kahfi dan mendapat banyak ilmu tentang Islam dan juga bertemu dengan Walangsungsang sang uwaknya. 

Perjalanan putri raja Titongki pun sampai juga di Jawa tepatnya di pesisir Junti dan ditolong oleh Ki Gedeng Junti dan diantar menemui Syarif Hidayat di Pakungwati dan menetap disana. Ki Ageng Junti mempunyai puteri yang bernama Nyi Ageng Junti dan membuat rumah di tegalan pantai Junti. 

Karena di tepi laut ada pohon yang rantingnya nyongat (menyolok) ke laut maka tempat itu dinamakan Juntinyuat. Saat berada di pantai di sebelah selatannya ada orang yang sedang berkebun, lokasi itu kemudian diberi nama Juntikebon

Tidak jauh dari tempat itu, atau tepatnya di sebelah baratnya terdapat kedokan yang berisi air kemudian kedokan tersebut diperbaiki dan diperpanjang, maka tempat itu kemudian diberi nama Juntikedokan

Dampu Awang yang diperintah Raja Tikongki pun akhirnya mendarat di pesisir yang sama di Junti setelah sekian lamanya mencari sang putri akhirnya di pesisir Junti, Dampu Awang bertemu dengan Ki Ageng Junti dan menanyakan arah ke Cirebon. 

Pada saat bertanya tersebut dia dan rombongan melihat puteri Ki Gedeng Junti yang bernama Nyi Ageng Junti yang berparas cantik jelita dan Dampu Awang tertarik ingin menikahinya. Tetapi Nyi Ageng Junti tidak suka dengan Dampu Awang karena berperawakan gendut dan tidak beragama Islam. 

Ki Gedeng Junti merasa kurang enak jika langsung menolak lamaran Dampu Awang karena Nyi Ageng Junti tidak menyukai Dampu Awang yang gemuk dan tidak beragama Islam. Ki Ageng Junti membuat rencana penolakan halus dengan memberi syarat Dampu Awang harus bisa menembus pagar pekarangan rumah Nyi Ageng Junti yang tersusun dari pohon bambu Ori selebar setinggi orang dewasa dalam waktu semalam. 

Dampu Awang menyanggupinya permintaan Ki Gedeng Junti tersebut. Ia kemudian menyebarkan berita bahwa akan mengadakan tawur emas picis rajabrana pada penduduk desa Junti. Mendengar berita itu lalu berbondong-bondonglah penduduk Junti menuju di depan rumah Ki Ageng Junti. 

Begitu malam tiba, Dampu Awang mulai menabur recehan emas pada rumpun bambu yang memagari pekarangan Ki Ageng Junti itu. Penduduk berebut mendapatkan emas dengan cara menebas bambu ori tanpa tahu kenapa Dampu Awang berbuat seperti itu.

Satu demi satu rumpun bambu itu pun akhirnya rusak dijebol warga yang berebut emas. Usaha Dampu Awang berhasil, akhirnya benteng pekarangan Ki Gedeng Junti bisa ditembus. Di mata Ki Gedeng Junti, perlakuan Dampu Awang tersebut dianggap curang. 

Ia dan puterinya akhirnya melarikan diri menuju gunung Sembung. Karena lelah dia akhirnya berhenti sejenak, tempat dia berhenti tersebut dinamakan Sudimampir. Saat berada di desa Sudimampir dalam pelariannya Nyi Ageng Junti terjatuh ke sawah karena kakinya menyangkut padi ketan hitam hingga dia nyaris tertangkap. Nyi Ageng Junti meminta agar kelak warga desa Sudimampir dilarang menanam ketan hitam. 

Sesampainya di gunung Sembung mereka menemui Syeh Bentong untuk mohon perlindungan dari kecurangan Dampu Awang. Ki Ageng Junti berjanji akan menyerahkan puterinya agar diperisteri Syeh Bentong dan Syeh Bentong menyembunyikan Nyi Ageng Junti dipucuk pohon Gebang maka desa tersebut dinamakan Ujunggebang. 

Pengejaran Dampu Awang sampai di Gunung Sembung dan bertemu Syeh Bentong yang kemudian terjadi perang mulut hingga perang fisik yang akhirnya dimenangkan Syeh Bentong. Akhirnya Syeh Bentong memperisteri puteri Nyi Ageng Junti dan menetap di desa Ujunggebang. 

Itulah cerita tentang asal-usul desa Juntinyuat, Juntikebon, Kedokanbunder, Sudimampir dan Ujunggebang Susukan Cirebon. Cerita tersebut dikutip dari buku Sejarah Indramayu karangan H. A. Dasuki dan dari sumber lain.

Yuk Jalan-jalan Ke Museum Bandar Cimanuk Indramayu

$
0
0
Museum Bandar Cimanuk (Dok. Didno)

Indramayu merupakan salah satu kota yang berada di pesisir pantai Laut Jawa. Keberadaannya hanya diekspos pada saat menjelang musim Lebaran karena merupakan jalur utama arus mudik dari Jakarta ke Kota besar di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur atau kota Lain di sebelah timur Pulau Jawa. 

Indramayu sebenarnya mempunyai daya pikat yang luar biasa dalam hal seni, budaya, adat istiadat, kuliner, dan wisatanya. Begitu juga dengan sejarah keberadaan Indramayu. Banyak orang yang belum mengenal sejarah Indramayu, sejak kapan didirikan, dimana makam para pendirinya, serta bagaimana keadaan pada saat masa penjajahan Belanda dan Jepang dulu.
Peralatan nelayan (Dok. Didno)
Tetapi sekarang kita bisa mempelajari semuanya di Museum Bandar Cimanuk Indramayu. Museum tersebut terletak di jalan Veteran No. 3 Indramayu, lokasinya sekitar 100 meter sebelah selatan dari Masjid Agung Indramayu atau taman Cimanuk Indramayu. 
Alat musik tempo dulu (Dok. Didno)
Museum ini berdiri berkat kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Indramayu dengan Komunitas Museum Cimanuk dan beberapa orang yang aktif dan memiliki dan mengumpulkan benda-benda bersejarah seperti Nang Sadewo, Ki Tarka, dan rekan-rekan lainnya, seperti diungkap oleh Dartim Yudha Karma. 
Kamera tempo dulu (Dok. Didno)

Museum Bandar Cimanuk terdiri dari beberapa ruang, ruang pertama berisi peralatan yang biasa digunakan oleh nelayan yang ada di Indramayu tempo dulu. Ini tidak terlepas bahwa mayoritas penduduk Indramayu sejak tempo dulu adalah sebagai nelayan. 
Mesin jahit, radio dan telepon tempo dulu (Dok. Didno)

Masih di ruang utama dari Museum Bandar Cimanuk, terdapat beberapa peralatan tempo dulu seperti kamera, alat musik piano, jam besar, mesin jahit, alat komunikasi seperti radio, telepon jadul dan lain-lain. 
Uang kuno (Dok. Didno)
Sedangkan pada bagian sisi dari bangunan Museum Bandar Cimanuk terdapat koleksi uang kuno baik yang kertas maupun logam. Selain itu terdapat beberapa peralatan yang biasa ada di kamar kaum berada pada zaman dulu termasuk televisi jadul dan koleksi keramik kuno. 
Naskah Kuno dan benda pusaka (Dok. Didno) 

Sementara pada bagian belakang terdapat dua ruang utama yang berisi naskah-naskah kuno, benda-benda pusaka, kentongan dan beberapa foto dan gambar bupati-bupati yang pernah memimpin kabupaten Indramayu.

Gamelan dan topeng Mimi Rasinah (Dok. Didno)

Di ruangan yang lainnya berisi benda-benda seni seperti gamelan, topeng dan gambar maestro topeng Indramayu Mimi Rasinah. Selain itu ada beberapa peralatan dapur tempo dulu seperti dandang, kukusan, bakul, dan lain-lain termasuk sarana penerangan tempo dulu. 

Perabotan rumah tangga tempo dulu (Dok. Didno)

Pada bagian belakang bangunan ini terdapat beberapa peralatan yang dulu sering digunakan oleh masyarakat Indramayu seperti lesung dan penumbuknya, bajak untuk sawah, dan sarana transportasi tempo dulu seperti pedati, becak, dan sepeda.
Sarana transportasi tempo dulu (Dok. Didno)
Nah bagi Anda yang ingin mengetahui sejarah tentang Indramayu tidak ada salahnya meluangkan waktu untuk berkunjung ke Museum Bandar Cimanuk. Berikut video lengkap Museum Bandar Cimanuk Indramayu :


Asal-usul Desa Tegalurung, Balongan, Tegalsembadra, Sudimampir dan Tugu

$
0
0
Kantor Kuwu Tegalsembadra (Gambar Tripmondo.com)

Dahulu kala yang berkuasa di Dermayu (Indramayu) adalah seorang raja yang mempunyai sifat pemarah. Segala permintaannya harus dilaksanakan. Kesenangannya adalah mencari isteri. Dimana ada wanita cantik dia akan terus berusaha untuk mendapatkannya hingga berhasil memperisteri. 

Pada suatu hari Ki Gedeng dengan beberapa lurah yang ada di kerajaan Dermayu dipanggil untuk menghadap raja. Di antaranya ada seorang lurah yang sangat terkenal yakni Ki Gedeng Singaraja. Semua Ki Gedeng dan lurah berkumpul di kelurahan dan raja berkata “Hai kamu semuanya, tahukah kamu tempat wanita-wanita yang cantik?”.

Tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan sang raja itu, karena mereka tidak mengetahui tempat wanita yang dimaksud. Akhirnya raja sangat marah, karena menurut perkiraannya masih banyak wanita-wanita yang cantik, terutama di Desa Pecuk. Tak lama kemudian disuruhlah Ki Gedeng Singaraja pergi untuk mencari wanita cantik di Desa Pecuk. 

Saat rombongan Ki Gedeng Singaraja akan pergi ke Pecuk, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang gagah dan berperangai baik bernama Asmajati. Laki-laki tadi datang dengan maksud untuk mencari pekerjaan di tempat Ki Gedeng Singaraja. 

Di Desa Pecuk ada seorang Ki Gede bernama Ki Tanda Warta, ia mempunyai gadis cantik bernama Nyi Mas Tanda Warti. Selain seorang puteri ternyata Ki Gedeng Pecuk mempunyai pamongan atau pembantu yang berbeda dengan sifat dan rupanya manusia biasa, dia adalah Ketopeng Reges yang tidak lain seorang raksasa. 

Ketopeng Reges selalu membuat ribut orang sekampung, dia tinggal disitu hanya berpura-pura karena maksud sebenarnya adalah ingin mengawin puterinya. Tetapi Nyi Mas Tanda Warti bergumam “masa aku harus kawin dengan golongan setan”. 

Pada suatu hari Ki Tanda Warta, Nyi Mas Tanda Warti dan Ketopeng Reges sedang duduk-duduk, dengan tidak diketahui sebelumnya tiba-tiba datanglah utusan dari Kaotan (Raja Dermayu). Pada waktu itu Asmajati tidak mau singgah tempat yang dituju utusan raja. Maksud utusan itu dikatakan kepada Ki Tanda Warta yakni ingin melamar puterinya. 

Setelah ditanya kepada puterinya, dia mau dijadikan permaisuri raja Dermayu, tetapi dia mempunyai permintaan yakni mau dijadikan isteri raja asalkan semua utusan itu dapat membunuh Ketopeng Reges, demikian ucap Nyi Mas Tanda Warti. 

Mendengar jawaban puteri tadi, Ketopeng Reges berkata “Seandainya kau tolak permohonan itu, beranikah raja Dermayu mengancammu”. Ucapan Ketopeng Reges membuat utusan dari Dermayu marah, kemudian Ketopeng Reges dibanting oleh utusan Raja Dermayu, hingga akhirnya terjadi peperangan antara utusan Dermayu dengan Ketopeng Reges. 

Melihat kejadian tersebut Ki Gedeng Singaraja meminta bantuan Asmajati. Dia berkata kepada Asmajati bahwa barang siapa yang bisa membunuh Ketopeng Reges maka dia bisa memperisteri Nyi Mas Tanda Warti. 

Mendengar perkataan dari Ki Gedeng Singaraja tersebut Asmajati langsung menghadapi Ketopeng Reges. Karena kesaktian Asmajati maka Ketopeng Reges bisa dikalahkan olehnya. Tetapi setelah perang berakhir sang puteri tidak mau menikah dengan raja Dermayu. 

Ki Gedeng Singaraja lalu melaporkan hal tersebut kepada Raja Dermayu, tetapi akhirnya Nyi Mas Tanda Warti dibawa paksa dan diserahkan kepada Raja Dermayu. Tetapi dengan kepandaiannya Nyi Mas Tanda Warti bisa meloloskan diri dan ikut dengan Asmajati. Akhirnya Asmajati diberi hukuman oleh beberapa lurah tetapi karena kesaktiannya dia bisa melarikan diri bersama Nyi Mas Tanda Warti.  
Beberapa hari kemudian tersebutlah di suatu tempat seorang tokoh bernama Ki Gedeng Grogol. Dia mempunyai tiga orang anak yang semuanya laki-laki. Masing-masing bernama Raden Suralea, Raden Kapetakan dan yang bungsu Raden Lemaju yang mempunyai isteri bernama Nyi Warna Kersa yang memiliki nama lain yakni Nyi Tenajar. 

Berita tentang Dermayu yang kurang aman akhirnya sampai juga ke telinga Ki Gedeng Grogol. Dengan demikian maka disuruhlah anak-anaknya Suralea dan Kapetakan untuk menjaga isteri Lemaju yang sangat cantik jelita karena Lemaju ternyata bertugas di Dermayu. 

Setelah kedua kakaknya datang, si isteri Lemaju pergi ke air untuk membersihkan beras. Tiba-tiba lewatlah utusan raja dan disangkanya puteri Nyi Mas Tanda Warti. Maka dibawalah isteri dari Lemaju tersebut ke Dermayu. 

Pada waktu itu Lemaju sedang bertugas menjaga keamanan di Dermayu. Dia selintas melihat isterinya di bawa ke tempat raja, dan raja Dermayu rupanya tertarik dengan puteri yang tidak lain adalah isterinya Lemaju. Tetapi karena Lemaju seorang bawahan maka dia akhirnya merelakan isterinya dijadikan isteri raja. 

Tetapi kedua kakaknya tidak rela melihat hal tersebut. Akhirnya terjadilah peperangan antara kedua laki-laki dengan raja Dermayu dan bisa mengalahkan keduanya. Lemaju akhirnya menyerahkan isterinya asalkan dengan syarat yakni : 
  1. Kaotan sesudah diberi puteri itu tidak boleh menikah lagi. 
  2. Harus mau menjalankan syariat Islam 
  3. Mulai saat itu Kaotan harus sembahyang. 
Mendengar syarat-syarat itu raja Dermayu menjadi murka, syarat pertama dan kedua mau dilakukan tetapi dia tidak mau melakukan syarat ketiga. Dia mau melakukannya asalkan air yang dipakai untuk berwudhu adalah air darah Lemaju. 

Walaupun demikian Lemaju bersedia untuk disembelih. Melihat hal tersebut sang isteri pingsan tetapi akhirnya raja Dermayu masuk Islam. Tetapi sebenarnya hanya ingin menikah dengan isterinya Lemaju.  

Raden Suralea dan Raden Kapetakan yang berada di Grogol mendengar tentang kematian Lemaju langsung marah dan meminta Nyi Wana Kersa untuk mencari kepala suaminya. Dengan tidak disangka-sangka ditemukan kepala suaminya dan kemudian dibawa lari. 

Melihat kelakuan isterinya, sang Raja Dermayu marah sekali, kemudian puteri tadi dikejarnya. Karena musuhnya seorang wanita sebenarnya sang raja merasa malu tetapi dia akhirnya tetap mengejar juga. Puteri tersebut masuk ke lorong-lorong tegalan untuk bersembunyi. Tempat yang jadi persembunyian puteri Nyi Wana Kersa tersebut akhirnya jadi nama desa yakni Tegalurung

Nyi Wana Kersa terus berlari dan bersembunyi di balong atau kolam, maka tempat persembunyinya tersebut dinamakan Balongan. Wana Kersa kemudian lari menuju tegalan-tegalan dan sekarang desa tempat sembunyi di tegalan tersebut dinamakan Desa Tegalsembadra

Wana Kersa waktu nafasnya tersengal-sengal seakan-akan akan mati dan dia minta pertolongan kepada Allah SWT agar diberi umur yang panjang untuk menjalani hidup, maka desa tersebut dinamakan Sukaurip (urip artinya hidup).

Sesudah beberapa desa dilewati akhirnya dia berhenti di suatu tempat untuk beristirahat dan tempat tersebut dinamakan Sudimampir. Kemudian Wana Kersa meneruskan perjalanannya dan lari menuju ke sebuah tugu akhirnya tempat itu dinamakan Desa Tugu

Setelah beberapa tempat dilewati akhirnya Wana Kersa sampailah di tempat yang dituju yakni Grogol. Sesampainya di tempat itu kepala Lemaju akhirnya diserahkan kepada ayahnya. Karena kesaktian ayahnya Ki Gedeng Grogol, tiba-tiba Lemaju yang sudah meninggal bisa hidup kembali dan Wana Kersa bisa hidup bahagia dengan Lemaju. Cerita ini dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki.

Asal-usul Desa Amis dan Alas Sinang

$
0
0
Desa Amis Cikedung (Gambar Indramayukab.go.id)

Bagi sebagian warga Cikedung dan sekitarnya tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Desa Amis. Tetapi mungkin daerah lain belum mengetahui dan bagaimana asal-usul desa Amis yang ada di Kecamatan Cikedung Indramayu tersebut. Berikut ceritanya : 

Pada zaman dahulu waktu agama Islam baru tersebar di Pulau Jawa, pada waktu itu Cirebon dan Indramayu sudah diselamatkan oleh laskar Islam yang dipimpin oleh Ki Kuwu Sangkan. 

Pada suatu hari di saat matahari baru saja memancarkan sinarnya, dan rakyat yang berada di pinggir hutan sebagaimana biasanya sehari-hari kerjaannya adalah mencari kayu bakar. Sementara anak laki-laki dan perempuan semuanya tinggal di tempatnya masing-masing karena mereka mendengar kabar musuh akan datang. 

Pada waktu itu laskar Islam sudah hampir tiba di desa, tetapi kedatangan mereka diketahui oleh kemit dan dengan segera kemit tersebut lapor ke pihak desa dan memberitahu kepada rakyatnya bahwa musuh sudah datang. 

Kita tidak akan tunduk kepada mereka yang membawa agama yang baru ke desa kita. Kita harus siap dengan gegaman atau senjata masing-masing, demikian ucap kepala desa kepada rakyatnya. Kita harus menunggu mereka datang di tempat yang luas. 

Sehingga seluruh warga kembali ke rumahnya dan membawa gegaman atau senjata jika laskar Islam datang ke desanya. Rakyat kemudian berkumpul kembali di tempat yang telah ditentukan oleh pihak desa. 

Tak lama kemudian tampaklah utusan dari laskar Islam dengan membawa surat dari Kuwu Sangkan yang isinya mengajak rakyat untuk masuk agama Islam. Surat diberikan kepada kuwu setempat. Dengan datangnya surat tersebut marahlah Kuwu tersebut dan utusan yang membawa surat tersebut dianiaya. 

Melihat penganiayaan tersebut Ki Kuwu Sangkan memahami bahwa rakyat di daerah itu menghendaki perang, dan semua laskarnya dibawanya ke suatu tempat. Di situ orang-orang yang mau berperang sudah siap dengan alatnya masing-masing. 

Sebelum perang dimulai Ki Kuwu Sangkan berkata “hey..rakyat semuanya, sebenarnya kedatangan saya kesini untuk mengajak kalian memuja Allah Yang Maha Mulia. Kalau kalian tidak menerimanya, terpaksa saya memilih jalan satu-satunya yaitu perang”. 

Kemudian Kuwu desa tersebut berkata : “he wong anyar pinanggih aja kakehan cerita ayoh toh pati jiwa raga” yang artinya adalah sebagai berikut “hai orang baru, janganlah banyak bicara mari kita adu kesaktian”. 

Sesudah kuwu desa tersebut berkata demikian, maka si Kuwu memerintahkan rakyatnya untuk mengepung musuh. Tetapi rakyat desa itu bisa dikalahkan oleh laskar Islam, sehingga lapangan tersebut penuh darah dan baunya amis, maka desa tersebut diberi nama Desa Amis

Rakyat kelihatan bingung tetapi belum ada tanda-tanda menyerah, karena tenaganya sudah berkurang mereka tidak mempunyai kekuatan lagi. Begitu juga dengan laskar Islam merasa lelah, maka Kuwu Sangkan berseru : “Hai rakyat sekarang saya tidak akan meneruskan peperangan lagi, tetapi nanti sehari atau dua hari lagi aku akan datang lagi, dan akan menyelamatkan kalian”. 

Sesudah laskar Islam kembali ke Cirebon, rakyat yang masih hidup membereskan teman-temannya yang sudah meninggal. Dua hari kemudian Ki Kuwu Sangkan datang lagi dan memanggil orang-orang di desa untuk mendengarkan khotbah. Tetapi tidak ada seorang pun yang keluar. 

Ki Kuwu Sangkan belum begitu puas, akhirnya dia mendatangi rumah-rumah tersebut, tetapi rumah sudah kosong dan tidak berpenghuni lagi. Karena orang-orang sudah tahu kedatangannya sehingga semua orang lari ke hutan. 

Melihat hal tersebut Ki Kuwu Sangkan merasa kesal dan kemudian berkata : “kalau begitu mereka adalah sama dengan sinang”. Kamu semua berarti tidak sayang terhadap diri sendiri, mulai saat ini kalian tidak akan campur lagi dengan manusia”. 

Setelah mengucapkan kata-kata itu Ki Kuwu Sangkan pulang kembali ke Cirebon, selama pergi ke Cirebon, desa tadi menjadi hutan dan orangnya menjadi siluman. Hutan tersebut akhirnya dinamakan alas Sinang atau hutan Sinang. 

Orang yang lewat atau mengunjungi hutan ini, kadang-kadang mendengar suara orang yang sedang menumbuk padi, suara ayam tetapi tidak ada wujudnya. Cerita ini dikutip dari buku Sejarah Indramayu karya H.A. Dasuki.

Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 1)

$
0
0
Raden Wiralodra (Gambar Facebook) 

Nama Indramayu tidak terlepas dari Raden Bagus Arya Wiralodra. Dia yang menjadi pendiri dan juga pemimpin di Indramayu (yang dulunya bernama Dermayu). Walaupun cerita kedatangan Wiralodra ini masih ada yang pro dan kontra di masyarakat Indramayu sendiri, tetapi kita sebagai warga Indramayu harus mengetahui ceritanya yang berdasarkan Babad Dermayu. Darimana asal Arya Wiralodra sebenarnya yuk mari kita ikuti ceritanya. 

Di daerah Bagelen Jawa Tengah tepatnya di Banyuurip tinggallah seorang Tumenggung yang bernama Gagak Singalodra. Beliau mempunyai 5 orang putera yakni Raden Wangsanegara, Raden Ayu Wangsayuda, Raden Wiralodra, Raden Tanujaya dan Raden Tanujiwa.

Di antara kelima putranya tersebut hanya Raden Wiralodra yang memiliki cita-cita yang tinggi. Ia ingin membangun suatu negara untuk diwariskan kepada anak cucunya nanti. Untuk mencapai cita-cita tersebut Raden Wiralodra melatih dirinya dalam ilmu kanuragan, tirakat dan bertapa sebagaimana lazimnya kehidupan seseorang yang bercita-cita menjadi ksatria pada masa itu. 

Konon diceritakan bahwa Raden Wiralodra sedang menjalani tapa brata dan bersemedi di Perbukitan Melaya di kaki Gunung Sumbing. Setelah melampaui masa tiga tahun, maka ia pun mendapat wangsit yang berbunyi : 

“Wahai Wiralodra, apabila engkau ingin bahagia beserta keturunanmu di kemudian hari, pergilah merantau ke arah matahari terbenam dan carilah lembah sungai Cimanuk. Jika sudah sampai di sekitar sungai Cimanuk, berhentilah dan menebang pepohonan untuk mendirikan sebuah pedukuhan dan menetap di sana. Kelak tempat ini akan menjadi daerah yang subuh dan makmur hingga tujuh turunan disana”. 

Setelah menerima wangsit tersebut, ia pun segera berkemas untuk pulang ke rumahnya di Banyuurip, dan memberitahukan perihal wangsit tersebut kepada orang tuanya. Setiba di Banyuurip maka iapun segera menyampaikan maksudnya kepada orang tuanya dan memohon doa restunya untuk pergi mencari lembah Cimanuk seperti yang diperintahkan dalam wangsit tersebut. 

Raden Gagak Singalodra berkata “Hai anakku Wiralodra, betapapun berat hati ayah melepasmu untuk mencari hutan Cimanuk, namun ayah rasa tidak ada rasa ingin menghalangi cita-citamu yang begitu mulia, oleh karena itu ayah akan merasa bangga kalau ayah melepasmu laksana anak panah meninggalkan busurnya, semoga kepergianmu senantiasa dilindungi Yang Maha Kuasa sampai ke tujuan yang dituju. Berhati-hatilah hidup dirantau orang dan pergilah bersama Ki Tinggil untuk menyertai perjalananmu yang jauh itu”. 

Setelah perbekalan yang diperlukan dalam perjalanan disiapkan maka berangkatlah Raden Wiralodra diiringi oleh abdinya Ki Tinggil yang amat setia kepada majikannya menuju ke arah barat untuk mencari sungai Cimanuk. 

Konon perjalanan Raden Wiralodra menemukan Sungai Cimanuk memakan waktu selama tiga tahun. Tidak ada hutan lebat, tidak ada lembah yang curam, semua dilaluinya dengan tekad yang bulat, namun tujuan yang hendak dicapainya belum kunjung tiba. 

Ia tidak tahu berapa lama lagi ia akan sampai kepada tujuannya, karena dia tidak tahu berapa jauh lagi tempat yang akan dicapainya. Ia pun terus berjalan menuju arah terbenamnya matahari hingga akhirnya pada suatu senja di kala sang surya hendak masuk ke peraduannya dia sampai ke sebuah sungai yang sangat besar. 

Raden Wiralodra bukan kepalang senangnya melihat sungai besar tersebut, karena disangkanya bahwa sungai itu adalah Sungai Cimanuk yang dicarinya. Raden Wiralodra pun segera berkata kepada Ki Tinggil “Hai paman, rupanya inilah sungai Cimanuk yang sedang kita cari, marilah kita membuat rakit untuk menyeberanginya”. 

Ki Tinggil menjawab “Saya berharap tuanku bersabar sebentar, kita sudah terlalu lama mengarungi hutan belantara, lagi pula hari ini sudah mulai gelap. Hamba pikir lebih baik kita beristirahat terlebih dahulu sampai besok, baru kita membuat rakit untuk menyeberangi sungai ini. Wiralodra pun menjawab baiklah paman kita istirahat saja sampai besok. 

Pagi-pagi benar ketika mereka baru bangun dari tidurnya, mereka melihat ada orang tua dekat tempat mereka melepas lelah. Ketika dilihat ada dua orang yang sedang duduk-duduk lalu menghampirinya sambil menyapa “wahai anak muda, siapakah tuan ini dan mengapa tuan berada di sini?. 

Raden Wiralodra pun segera menyahut sambil menyambut tangan orang tua itu sebagai isyarat dia meminta berjabat tangan. Lalu Raden Wiralodra pun menjawab “nama hamba Wiralodra dan teman hamba Ki Tinggil. Hamba datang dari daerah Bagelen dan bermaksud mencari Sungai Cimanuk”. 

Lalu dia meneruskan kembali percakapannya “Duh Eyang, hamba sangat berterima kasih dapat bertemu dengan Eyang, karena hamba sudah tiga tahun lamanya berjalan mendaki gunung dan mengarungi rimba raya dalam perjalanan hamba mencari sungai Cimanuk”. 

Hamba mohon bertanya, apakah ini benar Sungai Cimanuk?, orang tua tersebut kemudian menjawab “Hai cucuku, kasiha benar tuan hamba ini, karena tuan hamba telah tersesat jalan. Sungai ini bukanlah sungai Cimanuk yang tuan hamba cari, sungai ini adalah Sungai Citarum. 

Adapun sungai Cimanuk yang tua hamba cari telah kelewat, yakni terletak di sebelah timur. Jadi tuan hamba harus balik kembali dan berjalanlah ke arah timur laut, demikian ucap kakek-kakek yang ada di sekitar Sungai Citarum tersebut. 

Setelah berkata demikian lenyaplah kedua orang tua tersebut tanpa meninggalkan bekas. Raden Wiralodra sangat menyesal karena tidak sempat bertanya siapa nama kedua orang tua tadi dan dimanakah tempat tinggalnya. Menurut cerita salah satu orang tua tersebut adalah Ki Buyut Sidum dari Pajajaran. 

Kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil berangkat menuju ke arah matahari terbit. Siang dan malam mereka berjalan mengarungi hutan belantara. Setelah sekian lama berjalan akhirnya mereka menemukan sebuah mata air yang jernih sekali. Kemudian keduanya berhenti dan istriahat sambil membersihkan diri dan mencuci pakaian yang sudah kumal akibat perjalanan jauh yang menyita waktu. 

Mudah-mudahan disini kita bisa bertemu dengan manusia yang bisa memberi petunjuk kepada kita dimana letak sungai Cimanuk yang sedang kita cari. Kemudian karena mencari tempat yang teduh dan lapang untuk melepas lelah. 

Dua minggu lamanya Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melepas lelah di tempat itu, kemudian dia berangkat lagi menuju ke arah timur laut. Setelah beberapa lamanya mereka berjalan, tiba-tiba di tengah hutan yang lebat itu mereka melihat seorang petani yang sedang berladang. 

Petani tersebut bernama Wira Setra yang tinggal menetap di tempat itu. Lalu mereka berjabat tangan dan dan kemudian Wiralodar berkata “wahai kakanda, siapakah nama tuan dan dari mana asalnya?, Dia pun menjawab “nama hambba Wira Setra, hamba berasal dari Bagelen Jawa Tengah”. 

Lalu Wira Setra pun balik menyanya “Adapun dinda ini dari mana dan mau kemana?, Wiralodra pun menjawab “ Nama hamba Wiralodra dan hamba pun datang dari daerah Bagelen juga, kami kesini bermaksud untuk mencari sungai Cimanuk”. 

Wira Setra tampak sangat gembira, karena sudah lama tidak berjumpa orang lain dan kini bertemu dengan orang se daerah di tengah hutan yang sangat sunyi. Kemudian dia berkata L “Hamba ini saudara sepupu dari Adipati Wirakusuma. Marilah kita pergi ke pondok bambu, agar adinda dapat melepaskan lelah. 

Kalau sudah beristirahat, dinda boleh melanjutkan perjalanan kembali, karena sungai Cimanuk yang dinda cari itu terletak di sebleah timur laut dan masih cukup jauh dari tempat ini. Tempat tersebut ternyata bernama Pamanukan. 

Bersambung 
Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki

Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 2)

$
0
0
Raden Wiralodra (Ilustrasi gambar dari Kompasiana.com/dinoto)

Cerita ini merupakan lanjutan dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 1). Raden Wiralodra tinggal di Pondok Ki Wira Setra sebulan lamanya. Kemudian pada suatu hari yang cerah Raden Wiralodra berkata kepada Ki Wira Setra. 


“Kanda, rasanya sudah cukup lama hamba melepaskan lelah di pondok kanda, hamba sangat berterima kasih atas pertolongan serta kebaikan kanda kepada kami berdua. Akan tetapi berhubung hamba belum sampai ke tempat yang hamba tuju, maka izinkanlah hamba meninggalkan tempat ini untuk melanjutkan perjalanan”. 


“Baiklah dinda, sahut Wira Setra, kanda mengiringi keberangkatan dinda dengan do’a dan restu semoga dinda sampai ke tempat yang dituju dengan selamat”. 

Setelah Raden Wiralodra dan Ki Tinggil mengemasi perbekalannya, maka berangkatlah keduanya dengan diiringi pandangan yang sayu dari Ki Wira Setra sambil melambai-lambaikan tangannya. 

Setelah beberapa hari lamanya berjalan, sekonyong-konyong tampaklah muka Raden Wiralodra berseri-seri, seakan-akan ada sesuatu yang menggembirakan hatinya. Memang demikianlah, karena dari jauh Raden Wiralodra melihat sungai besar mengalir dengan derasnya. 

Dalam hatinya dia berkata, tentulah ini sungai Cimanuk yang sedang dicarinya. Maka ia pun berkata : Hai paman, lihatlah itu ada sungai besar di hadapan kita, agaknya itulah sungai Cimanuk yang sedang kita cari. Maka keduanya pun mempercepat langkahnya dan tidak lama kemudian mereka telah tiba di tepi sungai itu. 

Kemudian terbayanglah rasa kecewa pada paras muka Raden Wiralodra dan ia pun berkata “ Hai paman, kita telah tiba di tepi sungai ini, akan tetapi benarkah gerangan ini sungai Cimanuk yang kita cari? Kepada siapakah kita bertanya?. 

Setelah keduanya berhenti sejenak, sambil melayangkan pandangan di sekeliling tempat itu seakan-akan ada sesuatu yang sedang dicarinya, maka Raden Wiralodra berkata : Hai paman, agaknya di tempat ini tak ada seorang pun yang dimintai petunjuk, marilah kita melanjutkan perjalanan menyusuri tepi sungai ini, mudah-mudahan kita bertemu dengan manusia yang bisa kita meminta keterangan tentang sungai ini. Dengan tidak berkata sepatah pun Ki Tinggil melangkahkan kakinya mengikuti jejak tuannya menyusuri tepi kali itu. 

Ki Sidum yang pernah berjumpa dengan Raden Wiralodra pada awal cerita ini, adalah orang yang sakti mandraguna. Dia merasa kasihan melihat Raden Wiralodra yang menyusuri daerah tak kunjung sampai ke tempat yang ditujunya, maka ia pun membuat sebuah kebun yang luas dan indah yang penuh dengan aneka tanaman palawija dan buah-buahan. 

Adapun pondok Ki Sidum terletak di tepi sungai, sementara penghuninya tampak sedang asik duduk di beranda sambil menyayati bambu. Tiba-tiba Raden Wiralodra melihat ada kebun terbentang di hadapannya. Dengan perasaan heran dan gembira ia pun berkata : Hai paman, baik benar kebun ini tampaknya, siapakah gerangan pemiliknya? Kurasa disini ada manusia yang bisa kita mintai petunjuk tentang sungai ini. 

Setelah Raden Wiralodra melayangkan pandangannya di sekeliling kebun itu, maka tampaklah olehnya tidak seberapa jauh dari tempat dia berdiri, seorang kakek yang sedang asyik duduk sambil menyayat bambu. 

Wajah Raden Wiralodra tampak berseri-seri, maka ia pun segera menegur Ki Tinggil : Hai paman, kurasa kakek itulah yang memiliki kebun ini, Sementara itu keduanya mempercepat langkahnya mendekati orang tua yang sedang asyik bekerja. 

Setelah memberi salam, maka Raden Wiralodra bertanya : maafkan hamba Kiai, hamba mohon bertanya akan nama sungai ini, dan siapa gerangan pemilik kebun yang indah ini, Tiba-tiba orang tua itu menjawab dengan amat kasarnya, apa maksudmu datang kemari dan menginjak-injak kebun ini, apakah engkau mau merampok?. Sungai ini adalah Sungai Pamanukan dan kebun ini adalah kebunku. Adapun namaku Kiai Malikwarna, enyahlah engkau dari sini. 

Bagaikan ditampar rasanya telingan Raden Wiralodra mendengar jawaban orang tua yang amat kasar itu, maka berkatalah ia kepada Ki Tinggil : Hai paman, alangkah kasarnya orang ini, ditanya dengan baik-baik tetapi jawabannya membentak-bentak seperti orang yang tidak mengerti sopan santun. 

Ki Tinggil menjawab, memang Raden, hamba pun tak mengerti kelakuan orang tua yang aneh ini, akan tetapi kita harus banyak maklum, mungkin orang itu belum pernah bergaul dengan manusia, karena selamanya menjadi penghuni hutan ini. 

Raden Wiralodra semakin mendekati orang tua itu dan berkata : Duh kiai, hamba memohon pertolongan dimanakah gerangan letak Sungai Cimanuk?. Kalau benar sungai ini sungai Cimanuk yang hamba cari, hamba mohon izin untuk ikut serta membuat kebun dan pondok disini. 

Adapun hamba berdua ini datang dari daerah sebelah timur dan tiba disini setelah berjalan selama kurang lebih tiga tahun. Oleh karena itu hamba mohon belas kasihan kiai, dimana pun hamba ditempatkan, hamba akan terima dengan senang. 

Kiai Malikwarna segera menjawab dengan amat congkaknya : apa katamu, mau tinggal disini? Tak sudi aku memberikan kebunku barang sejengkal juga, rakyatku sudah cukup banyak, enyahlah engkau dari sini, tak sudi aku melihatmu lagi. 

Raden Wiralodra sudah tak kuasa lagi mengendalikan emosinya, maka ia pun berkata “hai orang tua, siapakah gerangan tuan ini, seumur hidupku baru kali ini aku bertemu dengan orang yang tidak tahu apa arti kebaikan. 

Diberikan atau tidak bukanlah itu urusan saya, pertahankanlah sekuat tenaga tuan, karena hamba akan merampas kebun tuan ini, Kia Malikwarna menjawab sambil bertolak pinggang, kurang ajar benar engkau ini, kau kira aku tak sanggup mengusirmu dengan kekerasan, rasakanlah olehmu, walaupun usiaku sudah lanjut. 

Bagaikan banteng ketaton, Raden Wiralodra menerjang orang tua itu dengan sekuat tenaganya, maka pertempuran pun terjadi dengan sengitnya. Setelah bergumul, tarik menarik, dan dorong-mendorong, maka Raden Wiralodra segera menyergap orang tua itu dan mengangkatnya tingi-tinggi. Maksudnya akan di tanah, akan tetapi secepat kilat musnahlah orang tua itu dari pandangannya. Berbarengan dengan itu lenyap pula kebun yang indah permai itu kembali menjadi hutan belukar. 

Bersambung 

Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki (1977)

Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 3)

$
0
0
Ilustrasi Wiralodra berkelahi dengan harimau (Gambar http://kisahdanbabad.blogspot.co.id)


Raden Wiralodra termenung memikirkan tingkah laku orang tua yang aneh itu, tiba-tiba ia mendengar suara tanpa rupa :

“Hai cucuku Wiralodra, ketahuilah bahwa hamba bernama Ki Sidum. Adapun sungai ini bukanlah sungai Cimanuk yang sedang tuan cari, melainkan sungai Cipunegara. Kelak tempat ini akan berdiri desa Pamanukan. Sekarang teruskanlah perjalanan tuan ke sebelah timur, mana kala tua menjumpai seekor kijang yang bermata berlian, ikutilah dia. Dimana kijang tersebut lenyap dari penglihatan tuan, disanalah letak sungai Cimanuk yang tuan cari. Jika kelak tuan membabad hutan Cimanuk itu, bertapalah jangan tdur karena hal itu penting sekali untuk kebahagiaan anak cucu tuan di kemudian hari”. 

Raden Wiralodra bersama abdinya segera menyeberangi sungai itu dan melanjutkan perjalanannya. Begitulah perjalanan Raden Wiralodra siang dan malam menjelajahi rimba raya. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seekor harimau sebesar kuda berdiri di tengah jalan yang hendak dilalui Raden Wiralodra. 

Ki Tinggil ketakutan dan berkata “Duh Raden lihatlah itu ada harimau besar sekali, ayo kita bersembunyi raden, paman takut sekali”. Kemudian Raden Wiralodra berkata “Diamlah paman, biarlah akan hamba tanya harimau itu"

Kemudian Raden Wiralodra menghampiri harimau itu sambil menegur “hai harimau, menyingkirlah, jangan menghalangi perjalanan hamba”. Raja hutan yang tidak bisa berbicara itu kemudian mengaum dan meloncat hendak menerkam Raden Wiralodra yang berdiri di hadapannya. 

Secepat kilat pula Raden Wiralodra mengelak ke samping sambil mengayunkan tinjunya yang amat keras. Sambil mengaum sebagai tanda kesakitan. Harimau itu pun lenyap dari penglihatannya. Tiba-tiba datanglah ular besar menghampiri Raden Wiralodra, tetapi ki Tinggil dengan tangkasnya memukul kepala ular tersebut. 

Seperti halnya harimau, ular tadi pun lenyap dari pandangan yang diiringi munculnya sebuah sungai besar. Raden Wiralodra dan Ki Tinggil sangat tercengang menyaksikan segala peristiwa aneh yang baru saja dialaminya. Untuk meyakinkan hatinya akan kebenaran sungai yang dilihatnya itu, ia pun segera mengeluarkan azimatnya berupa senjata cakra dan dipukulnya ke sungai itu. 

Maka sungai pun lenyap dari pandangannya kemudian muncul seorang perempuan yang cantik jelita menghampiri Raden Wiralodra seraya berkata “Hai satria, mengapakh tuan hamba ada di tengah rimba raya ini, Hamba masih gadis dan nama hamba Larawana. Jika tuan hamba sudi mempersunting hamba, hamba akan memberi pertolongan kepada tuan serta kesaktian dan kekayaan"

Sambil berlari kecil Ki Tinggil menghampiri Raden Wiralodra dan berkata dengan langgam memperingati. “Duh gusti, ingatlah kita berad di tengah hutan. Raden Wiralodra segera menjawab “hamba tak gentar paman, biarlah akan saya tanya”. 

“Wahai tuan puteri, rasanya tidak layak seorang perempuan secantik tuan puteri ini berada di tengah hutan dan mengatakan masih gadis, belum bersuami. Hamba datang kemari bukan untuk mencari isteri dan hamba pun tidak hendak menikah sebelum hamba mencapai cita-cita”. 

Dewi Larawana mendesak Raden Wiralodra dan berkata “Hai Raden, penolakan tuan merupakan penghinaan yang tidak ada taranya bagi hamba. Oleh karena itu hamba akan tebus penghinaan tuan dengan jiwa hamba”. 

Bagaikan kilat Dewi Larawana menyerang Raden Wiralodra, tetapi secepat itu pula Raden Wiralodra mengelak dari serangan Dewi Larawana sambil mendorong sekuat-kuatnya sehingga Dewi Larawana jatuh tersungkur. Dewi Larawana bangkit lagi dan mencoba menyerang untuk kedua kalinya, akan tetapi Raden Wiralodra telah sipa untuk menangkis serangannya. 

Demikianlah perang tanding segera terjadi dengan amat sengitnya, masing-masing mengeluarkan ilmunya, namun Raden Wiralodra tampak lebih unggul. Dewi Larawana segera mengeluarkan senjatanya berupa rantai dan menantang Raden Wiralodra. 

Dia berkata “Wahai satria, terimalah senjata hamba ini”. Kemudian Raden Wiralodra pun membalasnya “tuan puteri tidak usah banyak bicara, lepaskanlah senjatamu, dada hamba telah siap untuk menerimanya”. 

Maka dilepaslah senjata rantai itu dan tepat mengenai dada Raden Wiralodra. Ki Tinggi yang sejak tadi menyaksikan pertempuran itu, tanpa disadarinya memekik terkejut sambil menutup mata, ketika senjata itu tepat mengenai dada Raden Wiralodra. Gemerincing suara senjata itu bagaikan besi beradu dengan baja. Sedikitpun tubuh Wiralodra tidak terluka oleh senjata itu. 

Sakti benar tuan hamba ini, kata Larawana. Sekarang tibalah giliran tuan untuk membalas. Dengan tidak berkata sepatahpun Raden Wiralodra mengeluarkan senjata cakranya dan dilepaskan ke arah Dewi Larawana. Saat senjata itu mengenai tubuhnya, laksana halilintar memancarkan cahaya terang benderang dan Dewi Larawana pun hilang seketika. Berbarengan dengan lenyapnya Dewi Larawana muncullah seekor kijang kencana. 

Raden Wiralodra pun teringat akan pesan Ki Sidum yang mengatakan “kelak jika tuan melihat seekor kijang kencana bermatakan intan berlian, disitulah letak sungai Cimanuk”

Tanpa membuang-buang waktu Raden Wiralodra dan Ki Tinggil segera mengejar Kijang itu yang lari dengan cepatnya menuju ke sebelah timur. Raden Wiralodra dan Ki Tinggil terus mengikutinya dari belakang. 

Tiba-tiba lenyaplah kijang itu dari penglihatannya, kemudian tidak jauh dari tempat itu tampak olehnya sebuah sungai besar yang airnya mengalir dengan derasnya. Itulah sungai Cimanuk yang dicarinya selama bertahun-tahun. 

Bersambung 

Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki (1977).

Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 4)

$
0
0
Makam Raden Wiralodra (Dok. Didno)


Raden Wiralodra dan Ki Tinggil beristirahat melepas lelah di bawah sebatang pohon kiara besar dan rindang. Mereka berdua kelelahan karena mengejar kijang kencana tadi. Keduanya tertidur dengan nyenyaknya.

Dalam tidurnya itu Raden Wiralodra bertemu dengan Ki Sidum dan berkata “Hai cucuku, inilah hutan Cimanuk yang tuan cari, disinilah kelak tuan bermukim dan anak cucu tuan dengan tentram dan berbahagia". 

Raden Wiralodra terkejut dan bangun dari tidurnya, sementara Ki Tinggil masih kedengaran mendengkur di sisinya. Raden Wiralodra segera membangunkan pembantunya yang setia itu seraya berkata “Aku tadi bermimpi mendengar suara yang mengatakan bahwa inilah letak hutan Cimanuk yang kita cari”. Ki Tinggil menjawab, “jika demikian marilah kita segera mencari tempat yang baik untuk membuat gubug dan ladang”. 

Maka keduanya segera berangkat dan berjalan sambil melihat-lihat dimana sebaiknya membuat gubug dan ladangnya didirikan. Akhirnya mereka mendapatkan tempat yang baik sesuai dengan seleranya dan mereka segera memulai menebang hutan dan dibuatnya sebuah pondok kecil untuk tempat tinggalnya. Adapun tempat yang dipilihnya itu terletak di sebelah barat ujung sungai Cimanuk. 

Raden Wiralodra dan Ki Tinggil setiap harinya bekerja keras membuat sawah dan ladang sambil tirakat seperti yang telah dipesankan oleh Ki Sidum. Segala binatang penghuni rimba raya seperti harimau, banteng, badak dan sebagainya lari ketakutan karena merasakan sangat panas. Demikian pula segala makhluk halus seperti jin, setan dan durbiksa lari bertebaran meninggalkan tempat itu. 

Diceritakan di hulu sungai Cimanuk ada sebuah kerajaan siluman. Adapun yang bertahta sebagai rajanya adalah Budipaksa, sedang yang menjadi patihnya adalah Bujarawis. Pada suatu hari Raja Budipaksa dan Patihnya sedang duduk di singgasana, didepannya ada para mantri dan hulubalang yang terdiri dari segala jin merkayangan dan para makhluk halus. 

Patih Bujawaris segera datang dan menyembah rajanya “Daulat tuanku, menurut laporan yang hamba terima dari para mantri dan hulubalang, banyak rakyat dedemit akhir-akhir ini melarikan diri karena ketakutan dan merasa kepanasan. Demikian pula binatang dari yang kecil sampai kepada binatang yang besar-besar. Kabarnya di hutan Cimanuk ada manusia pendatang yang sedang menebangi hutan untuk dijadikan tempat tinggalnya"

Mendengar laporan Maha Patih Bujarawis itu, Raja Budipaksa amat murkanya, karena daerah kekuasaannya diganggu oleh manusia pendatang tanpa sepengetahuannya. Maka iapun berkata “Hai patih, siapa manusia yang berani berbuat kurang ajar di daerah kekuasaan kami? Kumpulkan semua wadyabala dedemit dan perintahkan supaya segera menangkap manusia yang lancang tangan itu"

Patih Bujawaris segera mohon diri untuk melaksanakan perintah sang raja dan mengepung tempat Wiralodra dan Ki Tinggil yang sedang bekerja. Raja Budipaksa yang lebih dahulu datang ke tempat Wiralodra bekerja segera menegur dengan geram dan berkata :

“Hai satria apa sebabnya engkau berani merusak daerah kekuasaanku dan mengusir rakyatku, siapa yang memberi izin kepadamu untuk berbuat selancang itu. Enyahlah engkau dari sini, kalau tidak ketahuilah olehmu bahwa aku adalah Raja Budipaksa, Raja segala dedemit dan merkayangan yang memerintah daerah ini”

Dengan tenang Raden Wiralodra menjawab ancaman raja Budipaksa, dia pun berkata “Hai Budipaksa, hutan ini diciptakan oleh Tuhan untuk dimanfaatkan oleh manusia dan akulah manusia yang akan memanfaatkannya. Kalau memang engkau tinggal disini, tinggallah dengan tenang bersama kami, aku tidak akan mengganggumu dan engkaupun jangan menggangguku, kita sama-sama makhluk Tuhan walaupun berlainan jenisnya”. 

Akan tetapi Raja Budipaksa yang sedang marah dan sok berkuasa tersebut, merasa dihina oleh kata-kata Wiralodra, karena itu ia semakin meluap-luap emosinya dan berkata “Hai manusia, jangan banyak bicara, kalau engkau tidak segera meninggalkan tempat ini, akan kupatahkan batang lehermu”. 

Wiralodra ppun mulai naik darah mudanya, maka iapun menjawab “Hai iblis, kau sangka aku takut kepadamu, memangnya leherku kau sangka biting yang mudah dipatahkan oleh sembarang orang?”. Sementara wadyabala dedemit secara semrawutan mengeroyok Wiralodra. Ki Tinggil yang mengetahui peristiwa itu segera membaca do’a yang membuat wadyabala dedemit lumpuh tak sanggup melawan Raden Wiralodra. 

Semua wadyabala dedemit lari tunggang langgang, tidak sanggup lagi berkelahi melawan Raden Wiralodra , kecuali seorang yang kelihatan sangat tangguh, masih terus berkelahi melawan Raden Wiralodra, orang itu adalah Pangeran Werdinata yaitu raja dari Pulo Mas. 

Tiba-tiba datanglah duta dari Tunjung Bang bernama Kala Cungkring dan Langlang Jagat menghampiri Pangeran Werdinata seraya berkata “Hai pangeran, janganlah pangeran berani mengganggu Raden Wiralodra sebab beliau itu adalah keturunan dari Majapahit. Lebih baik kalian bersahabat”. Keduanya menghentikan pertikaian dan saling meminta maaf atas kehilafannya. 

Wiralodra tercengang, dia pun bertanya “Siapakah gerangan Tuan Hamba ini, mengapa pula sekonyong-konyong memohon maaf kepada hamba?”. Pangeran Werdinata menjawab “Adapun hamba adalah Raja Pulo Mas dan nama hamba Werdinata”. 

Syukurlah kalau begitu, jawab Wiralodra, marilah kita jalin persaudaraan sampai kepada anak cucu kita kelak. Kemudian Pangeran Werdinata meninggalkan Raden Wiralodra kembali ke tempatnya di Pulo Mas. Setelah perang selesai dan diakhiri dengan persahabatan, maka Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan pekerjaannya membabad hutan tanpa ada gangguan dan dijadilkan ladang tempat mereka bercocok tanam dan mendirikan rumahnya. 

Bersambung 
Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki (1977).

Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 5)

$
0
0
Makam Selawe Indramayu (Dok. Didno)
Lambat laun tersiar kabar ke segenap pelosok, bahwa di hutan Cimanuk telah berdiri sebuah pedukuhan yang subur makmur, gemah ripah loh jinawi. Maka secara berangsur-angsur datanglah pemukim-pemukim baru dari segenap penjuru, sehingga penduduk pedukuhan Cimanuk itu lambat laun menjadi banyak.

Setelah beberapa lama Raden Wiralodra dan Ki Tinggil membina pedukuhan itu dan penduduknya telah bertambah banyak, maka pada suatu hari Raden Wiralodra berkata kepada Ki Tinggil :

Hai paman, rasanya sudah cukup lama aku pergi merantau meninggalkan kampung halaman serta keluargaku di Bagelen. Sehubungan dengan itu aku berhasrat ingin pulang mengunjungi ayah dan ibu yang sudah lama ditinggalkan dan sudah barang tentu mereka ingin mendengar bagaimana cerita perjalanan kita selama ini. Dan engkau paman tinggallah disini, bimbinglah rakyat dengan baik-baik supaya mereka rajin bercocok tanam. Jagalah keamanan serta kesejahteraan rakyat, kalau ada pendatang baru yang ingin bertempat tinggal disini, terimalah dengan senang hati dan berilah tanah secukupnya”.

Setelah selesai mengucapkan pesannya, maka Raden Wiralodra pun berangkat meninggalkan Ki Tinggil. Ki Tinggil hanya bisa memandangi Raden Wiralodra dengan wajah sayu hingga tuannya lenyap dari pandangannya.

Tidak diceritakan bagaimana perjalanan Raden Wiralodra menuju ke Bagelen. Singkat cerita Raden Wiralodra sudah tiba di Banyuurip tempat tinggal ayah dan ibunya. Maka Raden Wiralodra segera menghadap ke orang tuanya, kebetulan ayah dan bundanya sedang duduk-duduk dan bercanda dengan ketiga saudaranya yaitu Rade Wangsanegara, Tanujaya, dan Tanujiwa.

Mereka tercengang ketika tiba-tiba muncul Raden Wiralodra setelah sekian lamanya pergi meninggalkan kampung halamannya. Suasana tangis kegembiraan segera meliputi keluarga yang bahagia itul Setelah itu peluk cium terjadi seperti biasanya sebagai luapan rasa sono dan kasih sayang, kemudian mereka pun duduk di tempatnya masing-masing.

Setelah suasana menjadi tenang, maka ibundanya memulai membuka percakapan : “Hai engkau Wira, sungguh tak ibu sangka bahwa engkau akan kembali dengan selamat, cobalah ceritakan bagaimana pengalaman perjalananmu yang memakan waktu sekian lamanya mencari hutan Cimanuk.

Oleh Raden Wiralodra dipaparkan semua kisah perantauannya selama tiga tahun lebih itu dari awal sampai kepada akhirnya. Kemudian ayahnya berkata : “Hai anak-anakku, kini ayah telah berusia lanjut, kamulah kelak yang akan menggantikan ayah memerintah disini. Sekarang kalian telah berkumpul, ayah berharap janganlah pergi dari sini, agar kalian dapat belajar dari pengalaman ayah, bagaimana cara memerintah negara. Khususnya engkau Wiralodra, janganlah engkau tergesa-gesa kembali ke daerah Cimanuk sebelum disana penduduknya bertambah banyak. Raden Wangsanegara bersama keempat adiknya mendengarkan dengan tenang nasehat ayahnya".

Ki Tinggil yang ditinggal di hutan Cimanuk setiap hari bekerja keras memelihara ladangnya. Lambat laun banyaklah pendatang baru yang ingin ikut bermukim di pedukuhan Cimanuk itu yang disambut oleh Ki TInggil dengan segala senang hati sesuai dengan pesan tuannya.

Mereka pun mendirikan rumah-rumah baru setelah Ki Tinggil menunjukkan lokasi tempat dimana mereka membangun rumahnya, dan dimana pula mereka harus bercocok tanam. Palawija tumbuh dengan amat suburnya sehingga bagi para pemukim baru bahan makanan cukup tersedia tanpa ada sesuatu kekurangan.

Demikianlah dari hari ke hari dan dari minggu ke minggu penduduk baru senantiasa bertambah jumlahnya sehingga mencapai lebih kurang seratus kuren atau kurang lebih 500 jiwa.

Ki Tinggil sangat senang hatinya menyaksikan penduduk yang bekerja dengan giat, rukun tentram, tak ada sesuatu yang menyulitkan keadaan. Harapannya hanyalah semoga tuannya segera kembali dengan tak kurang sesuatu apa pun.

Ki TInggil telah mempunyai pembantu-pembantu untuk mengurus rakyat sehari-hari, yaitu Surantaka, Bayantaka, Puspahita dan lain-lain.

Atas perintah Ki Tinggil yang telah diangkat menjadi lurah mereka mulailah rakyat membuat jalan-jalan, jembatan, saluran air dan gardu penjagaan.

Rakyatpun amat patuh kepada segala peraturan yang mereka buat sendiri dengan jalan musyawarah. Pendatang-pendatang baru terus mengalir, diantaranya terdapat seorang wanita yang cantik rupawan, datang dengan diirigi oleh dua pembantunya.

Mereka datang dengan membawa bibit-bibitan yang sangat dibutuhkan oleh rakyatnya, seperti padi, jagung, pepaya dan sayur-sayuran, langsung menuju tempat kediaman Ki TInggil.

Ki Tinggil yang mengetahui ada tamu pendatang baru, segera mempersilakan tamunya masuk dan mengambil tempat duduk. Ki Tinggil segera menegur tamunya dengan ramah tamah.

Siapakah gerangan tuan hamba ini dan apa maksud tuan hamba datang kemari dan dari mana pula asal tuan hamba. Wanita cantik itu menjawab semua pertanyaan tuan rumah dengan sopan sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat. “Nama Hamba Endang Darma, sedang kedua pembantu hamba ini bernama Tana dan Tani.

Hamba datang dari pengembaraan untuk mencari tempat pemukiman yang baik. Hamba mendengar berita bahwa di lembah sungai Cimanuk ada orang membuka tanah yang subur untuk bercocok tanam, Itulah yang menarik hamba datang kemari, jika tuan mengizinkan hamba ingin turut bermukim disini sebagai rakyat Pak Lurah.

Bersambung
Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu Karya H. A Dasuki 1977 

Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 6)

$
0
0
Makam Selawe (Dok. Didno)
Mendengar ucapan Nyi Endang Darma yang lemah lembut serta sopan santun, Ki Tinggil segera menjawab “Kalau demikian maksud tuan hamba pun tidak keberatan silakan tuan hamba memilih tempat yang baik dimana saja tuan hamba menyukainya, karena tanah disini masih cukup luas.

Setelah mendapat izin dari Ki Tinggil  Nyi Endang Darma mohon diri sambil mengucapkan terima kasih, kemudian pergi mencari tempat untuk tempat tinggal dan bercocok tanam.

Setelah Nyi Endang Darma pergi, Ki Tinggi termenung mengagumi kecantikan Nyi Endang Darma serta perilakunya yang mengecewakan sedikit pun. Dalam hatinya ia berkata “alangkah cantiknya wanita ini lagi pula sopan dan santun dalam tindak tanduknya. Pantas benar andaikata ia mendampingi Raden Wiralodra sebagai isterinya".

Setelah dipilihnya tempat yang baik, maka mereka pun segera mulai mendirikan rumah dan membuat ladang. Ladangnya tumbuh dengan suburnya sehingga tetangganya banyak yang meminta nasehat kepada Nyi Endang Darma, bagaimana cara bercocok tanam yang baik dan bisa mendapatkan hasil yang melimpah.

Lambat laun semua penduduk di pedukuhan Cimanuk itu berguru kepadanya. Nama Nyi Endang Darma jadi masyhur dan terdengar ke mana-mana. Karena selain mengajarkan ilmu pertaniannya, Nyi Endang Darma juga mengajarkan juga ilmu kanuragan.

Kabar tersebut terdengan hingga ke negeri Palembang. Seorang pangeran yang mengajarkan ilmu kanuragan dan banyak pula muridnya, yakni Pangeran Guru mendengar hal tersebut bahwa di lembah Cimanuk ada seorang wanita yang cantik yang mengajarkan ilmu kanuragan.

Mendengar kabar tersebut dia tergerak hatinya untuk mencoba sampai dimana kebolehan wanita tersebut dalam hal ilmu kanuragan. Memang begitulah watak seseorang yang merasa paling unggul dalam sesuatu hal, hingga akhirnya dia mengumpulkan murid-muridnya untuk diajak pergi ke lembah Cimanuk dengan tujuan hendak menguji kemampuan Nyi Endang Darma.

Kemudian mereka berangkat menuju ke Lembah Cimanuk di Pulau Jawa. Setibanya di muara sungai Cimanuk, Pangeran Guru bersama murid-muridnya yang berjumlah 24 orang, langsung menuju ke rumah Nyi Endang Darma.

Adapun Nyi Endang Darma yang sedang sibuk bekerja sangat terkejut ketika melihat orang banyak menuju ke rumahnya dan masing-masing bersenjata lengkap. Nyi  Endang Darma seperti kebiasaannya segera keluar menyongsong kedatangan tamunya yang tidak dikenalnya itu dengan ramah dan sopan. Kemudian dia berucap “Bahagialah saya kedatangan tamu agung, saya persilakan mengambil tempat seadanya. Maafkanlah hanya inilah tempat hamba yang kurang pantas untuk menerima kedatangan tamu agung".

Pangeran Guru beserta muridnya pun tercengang menyaksikan keelokan paras Nyi Endang Darma dan tingkah lakunya yang sangat ramah terhadap tamu yang belum dikenalnya. Dalam hatinya mereka bertanya “benarkah wanita secantik ini mengajarkan ilmu kanuragan yang biasanya hanya dikerjakan oleh pria?”.

Pangeran Guru termenung sejenak seakan-akan dalam keadaan bermimpi tak tahu apa yang hendak dilakukannya. Tiba-tiba terperanjat mendengar pertanyaan Nyi Endang Darma yang lemah lembut “Duh Gusti, hamba sangat terkejut dan takut menerima kedatangan tuan hamba yang tiba-tiba ini, darimana asal negeri tuan hamba dan apakah gerangan maksud kedatangan tuan hamba di pondok hamba yang buruk ini?, jika hamba perhatikan pakaian serta perlengkapan tuan hamba, tampaknya seperti ada sesuatu yang sangat penting. Ataukah barangkali tuan hamba sedang mencari seseorang yang melarikan diri dan disangka bersembunyi di pondok hamba ini, silakan tuan teliti”.

Pengeran Guru menjawab dengan agak kaku “Adapun nama hamba adalah Pangeran Guru, dari negeri Palembang. Dan mereka itu adalah murid-murid hamba. Kedatangan hamba kemari memang ada yang dicari, yaitu seorang wanita yang bernama Nyi Endang Darma yang katanya mengajarkan ilmu kanuragan seperti kelakuan seorang pria. Berhubung dengan itu kami dari perguruan kanuragan di Palembang ingin mengetahuui dan ingin pula mencoba, apakah kami masih harus berguru lagi kepada seorang wanita. Itulah sebabnya maka dari jauh kami datang ke sini".

“Duh Gusti, tidak hamba sangka bahwa diri hamba akan mendapatkan penghormatan sedemikian besarnya, sehingga seorang pangeran bersama murid-muridnya berkenan datang ke pondok hamba, hanya karena ingin mencoba ilmunya, apakah tuan hamba rela mengorbankan kehormatan seta kedudukan tuan hamba sebagai seorang pangerang dan seorang guru pula. Hanya untuk bermain-main dengan seorang wanita dusun yang tidak tahu apa-apa seperti hamba ini?”.

Pangeran Guru merasa tersindair oleh ucapan Nyi Endang Darma yang halus tetapi menyengat itu, maka ia pun segera menjawab “Hai Nyi Endang Darma, tak usah engkau banyak ulah untuk merayu, sehingga kami membatalkan maksud kedatangan kami dari tempat yang jauh”.

Bagaikan disengat kalajengking Nyi Endang mendengar ucapan Pangeran Guru yang penuh penghinaan serta kesombongan itu, maka ia pun segera menjawab “Duh Gusti, tidak hamba sangka sedikitpun bahwa seorang satria bahkan seorang pangeran sanggup mengeluarkan kata-kata yang sangat menghina martabat wanita. Apakah tuan hamba tak dapat memilih kata-kata lain yang lebih baik terhadap seorang wanita?. Kiranya bisa dimaafkan kalau tamu seperti itu tuan hamba ini harus diusir, jika perlu dengan pucuk senjata. Apakah tuan hamba mengira bahwa Nyi Endang Darma akan dapat ditakut-takuti dengan jumlah murid tuan yang banyak dan bersenjata lengkap?.

Bersambung


Dikutip dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu Karya H. A. Dasuki  (Tahun 1977). 

Chaerul Anam, Pemuda Asal Amis Cikedung Pembuat Alat Leptospray

$
0
0
Chaerul Anam saat berada di Jerman (Foto Facebook Chaerul Anam) 

Lahir dari seorang ibu yang berprofesi pedagang di sekolahan SD tidak menghalanginya untuk berprestasi. Ayahnya yang hanya seorang petani tetapi tidak membuat Chaerul Anam pemuda asal desa Amis kecamatan Cikedung ini berdiam diri.

Justru dari kekurangan ini membuat dia selalau bersyukur kepada Allah SWT dan berusaha untuk belajar menjadi yang terbaik. Di sela-sela aktivitasnya mengikuti ajang internasional dia mau diwawancara oleh kami (BloggerMangga) dan dia mengatakan :

“Alhamdulillah saya bersyukur sudah disekolahkan oleh orang tua di sekolah yang berbasis pondok pesantren, walaupun sedikit tapi setidaknya saya sudah dibekali ilmu agama, alhamdulillah saya masih diberi rejeki untuk bisa melanjutkan kuliah di UII Yogyakarta” (Universitas Islam Indonesia)”.

Dia kuliah di Universitas Islam Indonesia mengambil jurusan teknik elektro, awalnya dia mau masuk di jurusan teknik informatika, tapi karena guru kimia waktu SMA-nya menyarankan dia masuk ke teknik elektro karena waktu SMA dia suka dengan robot-robotan maka dia pun menerima saran dari gurunya tersebut.  

Waktu SMA dia memang sudah senang dengan membuat miniatur robot-robotan menggunakan tongkat toya di kegiatan pramuka sering disebut dengan pionering. Tapi waktu itu dia belum kepikiran membuat robot beneran hingga akhirnya dia masuk ke UII. Walaupun dirinya mengaku daftar SNMPTN ke ITB tetapi hanya sebatas coba-coba dan dia merasa sadar diri kemampuannya.

Setelah menjadi mahasiswa UII teknik elektro dia mengikuti berbagai kegiatan seperti UII IENA 2017 yang menjadi kegiatan pertamanya mengikuti lomba yang berstandar internasional. Sebelumnya dia pernah mengikuti ajang KRI (Kontes Robot Indonesia) tingkat nasional dan hanya bisa mencampai regional 3.

Tetapi ternyata walaupun belum berhasil di ajang tersebut, ternyata Allah memberi rejeki yang tidak disangka-sangka dan diduga sebelumnya. Dia dimintai bantuannya oleh mahasiswa jurusan kedokteran untuk membuat alat leptospray. Karena mahasiswa jurusan kedokteran tidak memahami bagaimana membuat alat tersebut karena dilengkapi dengan berbagai sensor.

Dari situ dia akhirnya mengembangkan alat leptospray dan sudah dipatenkan hak ciptanya di KAUNI (Kantor Aliansi Universitas dan Industri) bersama rekan-rekannya dari fakultas kedokteran. Alat ini masih terus dikembangkan karena menurutnya masih banyak kekurangannya.

Alat Leptospray ini digunakan untuk mencegah penyakit leptospirosis yang menyebabkan infeksi oleh lestospira. Lestospira sendiri hidup di urin tikus. Sistem kerja alat leptospray hasil karyanya ini bisa mengeluarkan gelombang suara ultrasonik untuk mencegah tikus datang dan spray dari ekstrak minyak kayu putih yang akan mengusir tikusnya, karena tikus tidak menyukai bau minyak kayu putih. Pengguna alat ini akan menerima pesan singkat atau SMS ketika tikus terdeteksi oleh alat leptospray.

Alat Leptospray ini kemudian diikutsertakan dalam ajang International Trade Fair Inovation and Invention 2017 di Nunberg Jerman. Dia dan rekan-rekan dari fakultas kedokteran UII bersaing dengan universitas dari berbagai negara dunia, dan negara Indonesia hanya diwakiliki oleh UII dan UNDIP.

Event International Trade Fair Inovation and Invention 2017 di Nunberg Jerman diikuti oleh berbagai perguruan tinggi dan perusahaan besar dari berbagai negara dunia, seperti Arab, Iran, Rusia, Jerman, China, Korea, Malaysia, Taiwan, dan masih banyak negara lainnya.

Banyak karya inovatif dari negara lain, seperti Jerman yang membuat alat untuk membersihkan polusi udara dengan mengambil gas, asap, dan lainnya lalu mengubahnya menjadi cair seperti karbon monoksida. Dari Korea ada yang membuat alat bantu untuk penyandang tuna netra, dan masih banyak lagi inovasi lainnya.  

Sementara pengumuman pemenang International Trade Fair Inovation and Invention 2017 ini akan diumumkan tanggal 5 Nopember 2017 mendatang dan dia meminta doanya terutama warga Indramayu agar karyanya mendapatkan hasil yang terbaik.  

Ada pengalaman menarik sewaktu dia sampai di Jerman, saat itu ada pemeriksaan di Bandara Frankfurt Jerman karena saat ditanya oleh petugas bandara perihal uang yang dibawa dia menjawab hanya memiliki uang 60 Euro atau setara dengan 1 juta. Petugas bandara terkejut karena biasanya wisatawan yang datang ke Jerman membawa uang lebih dari itu, tapi beruntung temannya membawa uang banyak sehingga akhirnya dia lolos pemeriksaan.

Chaerul Anam sebelum berangkat ke Jerman sebelum berangkat ke Jerman sudah berusaha mencari dana dengan mengajukan proposal ke kecamatan dan Pemda kabupaten Indramayu tetapi sayang tidak ada yang mendukung tambahan dananya karena anggarannya sedang kosong. Tapi dia bersyukur dapat sponsor dari kampus sebesar 15 jutaan.

Chaerul Anam sendiri mengenyam pendidikan sekolah dasar di SD Amis 1, SMP di SMP Al Ishlah Tajug, dan SMA di SMA Al Ishlah Boarding School Tajug Balongan Indramayu. 
Viewing all 445 articles
Browse latest View live